- Ist
Bahlil Bongkar Ketidakadilan IUP: Barang Nenek Moyang Kita, Pemegangnya Orang Jakarta Semua
Jakarta, tvOnenews.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menegaskan komitmennya untuk mengakhiri ketidakadilan pengelolaan izin usaha pertambangan (IUP) yang selama ini dikuasai perusahaan besar berbasis di Jakarta.
Hal itu ia sampaikan dalam Musyawarah Daerah (Musda) XI DPD Partai Golkar Sulawesi Tengah di Palu, Minggu (24/8/2025).
“Saya mantan pengusaha, saya tahu rasanya susah mengurus izin dulu. Barang nenek moyang kita, tapi pemegang IUP-nya orang Jakarta semua. Ini tidak adil. Kita ubah supaya anak daerah jadi tuan di negeri sendiri,” tegas Bahlil, dalam keterangan tertulis, Senin (25/8/2025).
Ia menegaskan, perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) menjadi bukti pemerintah hadir untuk menyejahterakan daerah.
Revisi keempat UU tersebut disahkan pada 18 Februari 2025, dengan prioritas pemberian IUP kepada koperasi, UMKM, BUMD, hingga ormas keagamaan.
“Hilirisasi adalah program andalan Bapak Presiden. Kami di Kementerian ESDM bersama Partai Golkar dan koalisi sudah mengubah Undang-Undang Minerba untuk memastikan sumber daya alam benar-benar dikelola untuk kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Bahlil menilai Sulawesi Tengah memiliki potensi luar biasa di sektor pertambangan, tetapi kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah (PAD) masih jauh dari optimal.
“Pertumbuhan ekonomi nasional kuartal kedua 5,12 persen, inflasi terjaga di bawah tiga persen. Saya yakin pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah lebih tinggi. Tapi PAD belum maksimal akibat persoalan tambang ini, betul atau tidak?” katanya.
Menurutnya, jika semua potensi PAD ditarik, Sulawesi Tengah bisa meraup tambahan Rp2 triliun.
“Kalau APBD sekarang sekitar Rp5,5 triliun, tambahan Rp2 triliun ini akan cukup memperkuat fiskal daerah,” ungkapnya.
Selain mendorong optimalisasi PAD, Bahlil menekankan pentingnya melahirkan pengusaha baru dari daerah.
“Kita harus membangun konglo (konglomerat) konglo baru di daerah. Jangan konglonya Jakarta terus. Kita butuh sinergi, sinergitas yang besar. Jangan kota kecilkan, kita pertahankan, kita dorong. Tapi juga kita ingin untuk yang (pengusaha) yang baru muncul. Kalau tidak akan susah untuk mewujudkan pemerataan,” ucapnya.