- Instagram @menanampadidilangit
Ditolak Aktivis Greenpeace, Kementerian Lingkungan Hidup Temukan Pelanggaran Aturan Lingkungan Tambang Nikel Raja Ampat
Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menemukan sejumlah pelanggaran serius peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil terkait aktivitas tambang nikel di Raja Ampat.
KLH juga sedang mengevaluasi Persetujuan Lingkungan sejumlah perusahaan di Raja Ampat tersebut.
Hal itu diungkap langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq dalam pernyataan diterima di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
- ANTARA/Tangkapan Layar
"Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan," katanya.
Dia menambahkan bahwa prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan akan menjadi dasar penindakan terhadap pelanggaran ini.
Dia menjelaskan bahwa KLH/BPLH sudah melakukan pengawasan terhadap kegiatan pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, pada 26-31 Mei 2025.
Langkah itu diambil sebagai bagian dari upaya penegakan hukum dan perlindungan lingkungan hidup di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki nilai ekologis penting.
Perusahaan yang menjadi objek pengawasan adalah PT GN, PT KSM, PT ASP dan PT MRP yang seluruhnya telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan.
Namun, hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Dia menyebut hasil pengawasan menunjukkan berbagai pelanggaran serius terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil.
PT ASP, perusahaan penanaman modal asing asal Tiongkok, diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas kurang lebih 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian.
Di lokasi ini, KLH/BPLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas.
Sementara itu, PT GN beroperasi di Pulau Gag dengan luas kurang lebih 6.030,53 hektare.
Kedua pulau tersebut tergolong pulau kecil, sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.