news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

PLTU Suralaya.
Sumber :
  • Antara

Isu Penutupan PLTU Suralaya, Daulat Energy: Tantangan Transisi Energi

Direktur Eksekutif Daulat Energy, Ridwan Hanafi, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap keberlangsungan operasional unit-unit tua di PLTU Suralaya yang kini telah berusia lebih dari 40 tahun. 
Senin, 2 Juni 2025 - 15:11 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com - Di tengah meningkatnya urgensi transisi energi di Indonesia dan tekanan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi berbasis fosil, wacana penghentian sementara (mothballing) PLTU batu bara seperti PLTU Suralaya kembali mencuat. Dan, urgensi opsi tersebut didukung logika teknokratis, di mana kebijakan memensiunkan PLTU batubara masih terhambat oleh faktor klasik yakni keterbatasan pendanaan.

Direktur Eksekutif Daulat Energy, Ridwan Hanafi, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap keberlangsungan operasional unit-unit tua di PLTU Suralaya yang kini telah berusia lebih dari 40 tahun. 

“Transformasi energi tidak bisa dilakukan setengah hati. Usia, performa, dan dampak emisi dari PLTU seperti Suralaya seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan energi nasional," kata Ridwan, kepada wartawan, Senin (2/6/2025).

Skema mothballing dinilai sebagai solusi moderat—tidak serta-merta memensiunkan unit pembangkit, namun memberikan ruang waktu untuk melakukan penyesuaian dan efisiensi operasional. Pendekatan ini juga dapat mengurangi tekanan terhadap sistem keuangan PLN dan membuka jalan bagi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk mengambil peran lebih besar.

Selaras dengan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, yang realistis dalam menanggapi usulan pensiun dini PLTU. 

“Pensiunkan PLTU? Boleh saja, besok pagi pun bisa. Tapi ada nggak yang mau biayai? Jangan minta pensiun tapi dana tak disediakan. Negara ini sedang butuh uang,” ungkap Bahlil, saat konferensi pers di Jakarta (26/5).

Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, pemerintah justru masih mengalokasikan penambahan kapasitas 6,3 GW dari PLTU batu bara, selain dari gas dan energi baru terbarukan. 

“Fosil belum sepenuhnya bisa ditinggalkan. Bahkan di Eropa dan Turki pun batu bara masih digunakan. Teknologi seperti Carbon Capture and Storage (CCS) akan memainkan peran penting dalam menekan emisi,” tambah Bahlil.

Sementara itu, sejumlah pembangkit EBT di Jawa mulai menunjukkan kontribusi nyata dalam mendukung bauran energi nasional, seperti: PLTS Terapung Cirata (192 MWp) – menyuplai energi bersih untuk 50.000 rumah tangga dan mengurangi emisi 214.000 ton CO₂/tahun, PLTA Jatigede (110 MW) – hasil kolaborasi dengan Masdar (UEA), PLTA Saguling (844 MW) dan PLTA Rajamandala (47 MW) – beroperasi stabil dan ramah lingkungan.

Berita Terkait

1
2 Selanjutnya

Topik Terkait

Saksikan Juga

00:57
01:35
01:23
02:19
03:49
15:06

Viral