- istimewa
Eks Kapolres Ngada Pantas Dijerat Pasal Berlapis, Reza Indragiri Bocorkan Penyebabnya
Jakarta, tvOnenews.com - Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, yang merupakan pelaku pencabulan tiga bocah, pantas dijerat pasal berlapis. Hal itu dikemukakan Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri.
Karena menurutnya, ada empat peraturan perundang-undangan yang dihajar oleh Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja.
Bahkan dia sebutkan kejahatan yang dilakukan AKBP Fajar tidak mengada-ada. Sebab, kata dia, AKBP Fajar dengan keji mencabuli tiga anak di bawah umur.
"Ini boleh jadi mengindikasikan betapa yang bersangkutan sudah belajar bagaimana melakukan kejahatan yang sedemikian keji itu," ujar Reza Indragiri.
"Bahkan, dia fasih, dia percaya diri, langsung secara efisien bisa mendatangkan tiga orang anak sebagai sasaran kejahatannya," ungkap Reza.
Maka dari itu, dia menduga kejadian ini bukan kali pertama AKBP Fajar melakukan kejahatan serupa. Bahkan dia curiga AKBP Fajar sudah pernah melakukan tindakan serupa kepada anak-anak lain.
"Kefasihan atau keberanian semacam ini mengindikasikan boleh jadi, patut diinvestigasi yang bersangkutan juga sudah pernah melakukan pemaksaan sebelumnya, juga dengan korban anak-anak," jelasnya.
Ia pun mendesak kepolisian untuk melakukan investigasi menyeluruh, tidak hanya kepada tiga korban saat ini.
"Oleh karena itu, penting bagi pihak kepolisian untuk memastikan bahwa investigasi atas kasus ini tidak hanya dilakukan pada tiga anak," bebernya.
"Tapi kemungkinan adanya anak-anak lain yang juga sudah menjadi korban kejahatan si Kapolres tersebut," pungkasnya.
Tak sampai di situ saja, dia juga katakan, dari itung-itungan di atas kertas, AKBP Fajar telah melanggar empat peraturan perundang-undangan.
"Paling tidak ada tiga atau empat peraturan perundang-undangan yang sudah di hajar habis-habisan oleh Kapolres ini," bebernya.
Pertama Undang-undang Perlindungan Anak, kedua, Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang ketiga Undang-undang Narkotika, dan Undang-undang Psikotropika.
Menurut Reza, Undang-undang tersebut merupakan hukum yang sifatnya khusus.
"Sehingga siapapun yang melakukan pelanggaran terhadap hukum yang sifatnya khusus tersebut, tidak hanya patut dikenakan pasal berlapis tapi juga patut dipandang sebagai pelaku kejahatan yang amat sangat berbahaya," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, kasus Kapolres Ngada, AKBP Fajar ini mencuat, bermula saat Fajar lakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur pada Selasa (11/6/2024).
Ia mencabuli tiga anak di bawah umur di salah satu hotel di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebelum lakukan pencabulan, AKBP Fajar memesan sebuah kamar hotel dengan identitas yang tertera pada Surat Izin Mengemudi (SIM) miliknya.
Dia kemudian menghubungi seorang perempuan berinisial F untuk dihadirkan anak di bawah umur.
F lalu membawa anak di bawah umur dan mendapat bayaran sebanyak Rp 3 juta dari Fajar.
Setelah itu, Kapolres Ngada tersebut melakukan tindakan asusila terhadap korban sambil memvideokan perbuatannya.
Aksi pencabuan itu dilakukan Fajar tidak berhenti sampai di situ.
Dia juga mengunggah tindakan asusila terhadap korban ke salah satu situs porno di Australia.
Video tak senonoh yang diunggah Fajar ke salah satu situs porno ternyata mendapat atensi dari otoritas Australia.
Otoritas setempat kemudian melakukan penelusuran terhadap konten tersebut.
Dari situlah, otoritas Australia mendapati lokasi pembuatan video dibuat di Kupang. Lalu, melaporkan temuan tersebut kepada Mabes Polri.
Setelah itu, Mabes Polri menginstruksikan Polda NTT untuk melakukan penyelidikan mulai Kamis (23/1/2025).
Penyelidikan dimulai dengan menerjunkan Tim Divisi Propam Mabes Polri ke Bajawa, Kabupaten Ngada yang menjadi tempat Fajar bertugas.
AKBP Fajar kemudian ditangkap pada Kamis (20/2/2025) lalu dibawa ke Jakarta. Hingga akhirnya, dipatsuskan sejak 24 Februari 2025. (aag)