- ANTARA
Tabir Baru PK Jessica Wongso soal Kasus Kopi Sianida
Jakarta, tvOnenews.com - Baru-baru ini mencuat soal tabir baru peninjauan kembali (PK) Jessica Wongso terkait dengan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi sianida.
Pasalnya, MA bakal segera mengadili PK yang diajukan oleh Jessica Kumala Wongso soal dengan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi sianida.
Di mana perkara itu didistribusikan pada 21 Februari 2025.
"Usia perkara 7 hari," bunyi laman MA dikutip Kamis, (27/2/2025).
Peninjauan kembali (PK) Jessica Wongso teregister dengan nomor perkara 78 PK/PID/2025.
"Status dalam proses pemeriksaan majelis," bebernya.
PK Jessica Wongso bakal diadili oleh ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto, anggota majelisnya yakni Yanto dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo.
Kemudian, panitera penggantinya yakni Agustina Dyah Prasetyaningsih.
Diwartakan sebelumnya, Jessica Wongso telah resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meski sudah bebas bersyarat dalam kasus pembunuhan kepada Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi Sianida.
Pengajuan PK itu dilayangkan Jessica pada Rabu 9 Oktober 2024. Bahkan, Jessica Wongso mengajukan PK dengan membawa sejumlah bukti.
Adapun bukti salah satunya yang dibawa yakni Novum yang berisikan rekaman CCTV di Kafe Olivier yang menjadi tempat kejadian peristiwa (TKP).
"Novum yang kami gunakan itu adalah berupa satu buah flashdisk, berisi rekaman kejadian ketika terjadinya tuduhan pembuhan terhadap Mirna di (cafe) Olivier," ujar Kuasa Hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan kepada wartawan, Rabu (9/10/2024).
Otto mengklaim bahwa rekaman CCTV lengkap di Kafe tak pernah diputar selama persidangan Jessica berlangsung.
Otto menyebutkan, CCTV utuh itu selama ini disimpan ayah Mirna, Edi Darmawan Solihin.
"Artinya, berarti seluruh rangkaian cctv itu sudah terpotong-potong, tidak utuh lagi puzzlenya. Kalau ada umpamanya rekaman dari jam 6 sampai jam 6, ada yang hilang di dalamnya," beber Otto.
Dia mengklaim bahwa rekaman CCTV yang diputar selama persidangan tidak lengkap. Otto menduga ada sebuah rekayasa.
Pasalnya, terdapat perbedaan kualitas video yang ditampilkan oleh dua saksi ahli yang dihadirkan penuntut umum, yakni Christopher Hariman dan M. Nuh. Otto menjelaskan, saat ahli Christopher memutar rekaman CCTV dengan kualitas 1920x1080 pixel, sedangkan M. Nuh dengan kualitas 960x576 pixel.