news

Daerah

Bola

Sport

Gaya Hidup

Video

Tvone

Pelapor Pilih Laporkan Brigjen Djuhandani ke Propam Polri Usai Surat Tanah Tak Kunjung Dikembalikan.
Sumber :
  • Istimewa

Pelapor Pilih Laporkan Brigjen Djuhandani ke Propam Polri Usai Surat Tanah Tak Kunjung Dikembalikan

Wiwik Sudarsih selaku ahli waris dari Brata Ruswanda mengaku geram usai pernyataan dari Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro.
Selasa, 25 Februari 2025 - 21:21 WIB
Reporter:
Editor :

Jakarta, tvOnenews.com - Wiwik Sudarsih selaku ahli waris dari Brata Ruswanda mengaku geram usai pernyataan dari Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro.

Pasalnya, Wiwik geram usai surat-surat tanahnya dengan objek seluas 10 hektare di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah dinyatakan palsu oleh Djuhandani.

Wiwik pun meminta kepolisian untuk dapat segera mengembalikan barang bukti berupa dokumen berharga tanah miliknya yang disita bertahun-tahun. 

"Tujuan saya datang ke sini untuk mengambil surat-surat yang ada di Mabes Polri. Pokoknya, apa pun alasannya seharusnya diberikan, karena itu kan kita sudah meminta, sudah lebih dari empat kali kami datang ke sini," kata Wiwik kepada awak media, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Kuasa hukum Wiwik, Poltak Silitonga mengungkap Brigjen Djuhandani diduga menyebarkan berita palsu atau hoaks.

Sebab, belum ada proses pengadilan yang menyatakan surat tanah kliennya palsu. 

"Seharusnya seorang jenderal harus hati-hati berbicara. Kalau menyatakan palsu berarti kan pengadilan yang mengatakan itu yang berhak. Padahal ini kita tidak pernah dilaporkan siapa," katanya. 

Poltak menuturkan kasus tersebut berawal dari pihaknya yang melaporkan mantan Bupati Kotawaringin Kotawaringin Barat (Kobar), Nurhidayah atas dugaan menguasai 10 hektare lahan milik pelapor Wiwik menggunakan serifikat palsu. 

Pelaporan terhadap mantan kepala daerah itu dilayangkan Tahun 2018 dengan laporan polisi (LP) Nomor: LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.

Saat penyelidikan dimulai, penyidik meminta surat tanah kliennya yang merupakan anak pertama Brata Ruswanda. 

Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro.
Sumber :
  • Istimewa

 

Kemudian, pelapor Wiwik memberikan surat tanah asli itu yang sejatinya tidak perlu diberikan hanya ditunjukkan. 

Akhirnya, pelapor Wiwik memberikan sertifikat tanahnya dengan harapan segera diproses penyidik. 

Nyatanya perkara itu tidak tuntas hingga 2024 hingga lelah berkutat tanpa pendampingan pengacara, Wiwik meminta Poltak Silitonga menjadi kuasa hukum. 

"Tetapi, karena kita sudah menduga ada konspirasi antara penyidik dengan Bupati Kotawaringin Barat yang berkuasa itu dibujuk-bujuk lah ibu ini untuk memberikan suratnya. Tanpa di dampingi pengacara gitu loh," kata Poltak.

"Akhirnya, kita bersurat tahun 2024 ke Bareskrim supaya mengembalikan surat yang diambilnya itu. Diambil pun itu berdasarkan kita itu tidak tahu, karena kalau penyitaan itu harus ada izin pengadilan, tetapi ini tidak ada, diambil begitu saja dengan membujuk-bujuk ibu ini," sambungnya. 

Poltak pun mulai mencari tahu alasan penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri tidak mau menyerahkan sertifikat tanah milik kliennya itu.

Alhasil, dari penelusuran tersebut pihaknya mendapati informasi adanya seorang kontraktor yang menyerahkan uang Rp8 miliar. 

Poltak menduga uang itu untuk para penyidik agar tidak melanjutkan penanganan kasus dan menyita surat-surat tanah.

"Itu kan info yang kita dengar ya. Tetapi, ketika kita datang lagi untuk meminta surat itu sampai datang empat kali dari Kalimantan. Ibu ini sudah tua, sudah 69 tahun tidak juga diberikan. Katanya sabar-sabar," ucap Poltak. 

Oleh karena sudah tidak sabar karena menunggu bertahun-tahun tak kunjung ada kejelasan, Wiwik melaporkan Brigjen Djuhandani ke Divisi Propam Polri atas dugaan menggelapkan, menyembunyikan, dan menahan tanpa dasar hukum, surat-surat berharga yang merupakan barang bukti. 

Usai dilaporkan ini lah Brigjen Djuhandani merespons bahwa sertifikat tanah Wiwik palsu. 

"Loh. Kami terkejut dengan ada perkataan yang mengatakan surat kami itu palsu. Itu adalah berita bohong yang disampaikan oleh Dirtipidum," katanya.

Djuhandani kembali dilaporkan ke SPKT Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan Pasal 390 KUHP mengatur tentang tindak pidana menyebarkan berita bohong yang merugikan orang lain. 

Namun, laporan ditolak karena pernyataan Djuhandani dinilai penyidik tidak terdapat unsur pidana. 

Duduk perkara kasus

Poltak menuturkan peristiwa berawal saat tanah 10 hektare di Kotawaringin Barat itu dibeli oleh Brata Ruswanda pada Tahun 1960. 

Brata pun kini sudah meninggal hingga berjalannya waktu sekitar Tahun 1973 dibuat surat tanah oleh kepala desa. 

Berdasarkan surat itu, Dinas Pertanian meminjam tanah kepada Brata Ruswanda dengan bukti surat pemakaian yang jelas.

Setelah itu, Dinas Pertanian mengembalikan lagi tanah tersebut ke Brata Ruswanda. 

Kemudian beberapa hektare tanah itu dijual oleh Wiwik dan Brata Ruswanda. 

Selanjutnya, pada 2005 keluar sertifikat tanah yang sisa 7 hektare. Lalu, tiba-tiba datang Bupati Kotawaringin Barat mengeklaim 10 hektare tanah tersebut menggunakan Surat Keputusan Gubernur. 

Sang bupati disebut menggunakan surat palsu membatalkan sertifikat tanah Wiwik. Maka itu, Wiwik melaporkan kasus ini pada 2018 silam hingga saat ini kasus tak kunjung selesai.

Brigjen Djuhandani Merespons

Djuhandani pun merespons adanya tuduhan terkait penggelapan barang bukti yang dilayangkan kepadanya itu.

Menurutnya pelapor saat itu memberikan alat bukti atau barang bukti berupa sertifikat.

Namun, pihak Dirtipidum Bareskrim Polri menemukan barang bukti dari objek perkara yang dilaporkan itu palsu usai dilakukan bukti laboratorium forensik (Labfor).

"Ada ketentuan dari KUHAP menyatakan, kalau barang itu sudah tidak dipakai proses penyidikan, tentu saja dikembalikan kepada pemilik. Dalam proses itu kan ada sebuah gelar perkara, nah gelar perkara yang dilakukan setelah itu saat ini sedang proses. Kalau prosesnya sedang proses gelar, apakah boleh saya serahkan? Walaupun pelapor minta ya,” kata Djuhandani kepada awak media dikutip, Selasa (25/2/2025). 

Djuhandani menuturkan pihaknya akan mengembalikan barang bukti itu dengan catatan sesuai aturan pada KUHAP.

Ia turut merespons laporan dirinya ke Propam Polri oleh pelapor tersebut.

Menurutnya langkah itu sebagai koreksi pihaknya dan meyakini jika penyidik Dirtipidum Bareskrim Polri tetap bekerja secara profesional dalam perkara yang ada.

"Kami tetap menjaga jangan sampai surat ini digunakan untuk perbuatan lain. Bukan digelapkan," kata Djuhandani.

"Insyaallah, kami selalu melalui proses secara profesional, kita gelarkan, hasil gelar kita itu yang menjadi panduan, dan saat ini sudah digelarkan, sudah selesai. Hanya masih proses pengawasan pengendalian pimpinan untuk langkah kita lebih lanjut. Jadi bukan digelapkan, kasihan penyidik sudah kerja bagus dilaporkan penggelapan," pungkasnya. (raa)

Berita Terkait

Topik Terkait

Saksikan Juga

11:47
15:11
07:39
18:33
03:26
01:19

Viral