- Istimewa
Di Hadapan Ratusan Mahasiswa, Ibas Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan MPR RI
Jakarta, tvOnenews.com - Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) berpidato dalam acara Sosialisai 4 Pilar Kebangsaan MPR RI dengan tajuk “Berbeda Tetap Satu: Perkuat Sosial, Lawan Radikalisme.”
Acara ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia.
Hadir pula, M. Syauqillah, Ketua Program Studi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia.
Dalam pidatonya, Ibas menyampaikan toleransi, kasih sayang, dan kesejahteraan adalah langkah konkret untuk menangkal radikalisasi.
Ibas juga menyinggung Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu yang bagaimana dalam menjaga sikap toleransi tidak hanya beragama, berbudaya, tetapi juga berkehidupan.
"Mengenai Bhinneka Tunggal Ika dan deradikalisasi, ada dua hal yang sangat penting untuk kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Sebagai pimpinan MPR dan wakil rakyat, tentu saya juga ingin menyampaikan bahwa pentingnya 4 pilar kebangsaan dalam kehidupan kita,” ungkap dalam keterangannya, Jumat (13/12/2024).
Ibas memaparkan pilar-pilar tersebut yang pertama, Pancasila sebagai landasan nilai-nilai dasar, Undang-Undang 1945 adalah sebagai dasar hukum yang mengatur bangsa dan negara kita. NKRI sebagai fondasi yang menjaga keutuhan bangsa.
"Dan Bhinneka Tunggal Ika, seperti Pancasila sebagai The Living Ideology (ideologi yang hidup dalam setiap tekat dan perilaku) dalam menjaga persatuan. Berbeda-beda tetapi tetap satu,” terangnya.
Ibas menambahkan Konsep Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi satu, menjadi penting dalam memperkuat persatuan bangsa.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, keberagaman ini terkadang bisa menjadi celah yang dimanfaatkan pihak atau kelompok tertentu, untuk menyebarkan ideologi yang radikal, ekstrim, yang bisa merusak kedamaian dan kerukungan sosial.
“Sehingga tentu pertanyaannya, apa sesungguhnya deradikalisasi?” tanya Ibas.
“Deradikalisasi adalah sebuah proses yang mengubah pola pikir yang ekstrim menjadi lebih moderat.” jelas Ibas lebih lanjut.
Ibas juga menilai radikalisasi di Indonesia biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti, adanya ketidakadilan sosial, karena tidak adanya kesetaraan dalam ekonomi.
Kemudin, masuknya faham-faham pengaruh ideologi-ideologi yang ekstrim dengan pemahaman yang salah.
Ketidakpuasan dalam sistem politik dan pemerintahan. Dan perbedaan dialog antara bermacam agama.
Untuk itu, diperlukan integrasi Bhinneka Tunggal Ika dalam deradikalisasi, salah satunya dengan membangun kesadaran toleransi.
Sebab, perbedaan adalah bagian dari kekayaan bangsa.
“Kita harus toleran, sesama mahasiswa, sesama kampus, di antara kampus yang lain pun harus toleran. Kita harus tahu bagaimana kita menjaga sikap toleransi tidak hanya beragama, berbudaya, tetapi juga berkehidupan,” ungkap Ibas.
Dari sisi pendidikan, diperlukan pendidikan berbasis pancasila dan bhinneka tunggal ika.
Hal ini berkaitan dengan kesadaran pentingnya menjaga persatuan di tengah perbedaa.
Tak kalah penting, diperlukan juga membuka ruang dialog lintas agama dan budaya untuk mengurangi kesalahpahaman.
“Agar agama, budaya, berbagai macam tokoh juga dapat memberikan ruang, kesempatan yang tepat dalam berkomunikasi dalam keharmonian,” ujar Ibas.
"Selanjutnya, kita juga perlu memastikan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan merata. Kita ingin kesempatan pendidikan, kesempatan kesehatan, kesempatan untuk mendapatkan fasilitas publik dari negara harus juga dapat dirasakan oleh semua masyarakat yang ada di Indonesia,” sambungnya.
Dari sisi parlemen, MPR RI sedang memikirkan bagaimana produk-produk pilar-pilar kebangsaan ini menjadi mata pelajaran di sekolah.
“Tidak hanya di SD, SMP, dan seterusnya. Dengan cara yang tepat, dengan penyajian yang terukur dan sesuai agar kedepan bangsa kita punya kekokohan dalam pemikiran. Supaya generasi Z, generasi alpha, dan seterusnya juga masih mengetahui dan tahu tentang cita-cita bangsa kita, tentang pilar-pilar kebangsaan kita,” beber dia.
Menurut Ibas, perlu juga untuk mengawal dan mendukung pemerintah dalam menciptakan program pro rakyat berkeadilan.
“Pemberdayaan ekonomi, peningkatan keterampilan melalui peluang-peluang kerja agar bonus demografi mahasiswa-mahasiswi yang akan menepati ruang-ruang kerja ini juga bisa mendapatkan peluang yang sama, atau setidaknya para mahasiswa-mahasiswi juga memiliki pikiran bagaimana suatu saat juga bisa menciptakan pekerjaan-pekerjaan, lapangan-lapangan pekerjaan,” tuturnya.(lkf)