- tvOnenews.com/Julio Trisaputra
Mahkamah Konstitusi Minta Menteri Kabinet Merah Putih Buat Kepastian Aturan Pekerja Outsourcing
Jakarta, tvOnenews.com - Hakim Mahkamah Konstitusi Daniel Yusmic menegaskan agar para menteri Presiden Prabowo Subianto di dalam Kabinet Merah Putih dapat memberikan kepastian terhadap pekerja Indonesia mengenai aturan sistem pekerja alih daya atau outsourcing.
Daniel meminta kejelasan pemerintah pusat terkait jenis pekerjaan apa saja yang diperbolehkan menggunakan jasa outsourcing.
Hal itu merupakan tindak lanjut dari uji materiil perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 dalam gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, di klaster outsourcing.
"Dalil para pemohon berkaitan dengan persoalan konstitusional norma Pasal 64 ayat 2 dalam Pasal 81 angka 18 UU 6/2023 sepanjang tidak dimaknai, 'Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya' adalah dalil yang dapat dibenarkan," ujar dia di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10).
"Namun, oleh karena Mahkamah tidak mengabulkan, sebagaimana yang dimohonkan para pemohon, dalil para pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian," sambung dia.
Lebih lanjut, Daniel mengatakan, dalil para pemohon, yakni Serikat buruh mempermasalahkan Pasal 64 dalam Pasal 81 angka 18 UU 6/2023. Menurut pemohon, aturan terkait alih daya atau outsourcing tidak dijelaskan secara rinci pengaturan jenis pekerjaan.
Imbas dari hal tersebut, menyebabkan penetapan oleh pemerintah terhadap sebagian pekerjaan yang dapat dialihdayakan menjadi tidak berkepastian.
Bahkan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) tidak ditentukan pula jenis pekerjaan yang boleh menggunakan jasa outsourcing.
Maka dari itu, ketidakjelasan aturan tersebut dinilai menghilangkan hak pekerja untuk berpartisipasi dalam pembentukan regulasi. Ini pun bertentangan dengan Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 28D ayat 2 UUD NRI Tahun 1945.
Pekerja alih daya khawatir dengan bentrokan regulasi tersebut tidak dapat memberikan perlindungan hak bagi pekerja.
"Persoalannya ditetapkan di mana pengaturan mengenai jenis kegiatan atas pelaksanaan alih daya dimaksud. Tanpa Mahkamah bermaksud menilai legalitas PP 35/2021 yang merupakan amanat Pasal 64 ayat (3) UU 6/2023, telah menentukan mengenai alih daya yang pada pokoknya mengatur hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja atau buruh yang dipekerjakan, didasarkan pada PKWT atau PKWTT yang harus dibuat secara tertulis," tandas dia.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi mengatakan perlu ada kejelasan dalam Undang-Undang yang menyatakan bahwa menteri menetapkan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan dalam perjanjian alih daya.
Lewat kejelasan aturan sistem outsourcing, diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum yang adil terhadap buruh terkait status kerja dan hak-hak dasar pekerja, seperti upah, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang layak. (agr/dpi)