- Arsip Nasional
Tragis, Deretan Fakta di Balik Kudeta G30S PKI yang Gagal Total
"Karena yang menonjol pada ketika itu adalah gerakan militer, maka sebaiknya komando pertempuran diserahkan saja kepada kawan Untung dan kawan Syam bertindak sebagai komisaris politik. Atau sebaliknya, kawan Syam memegang komando tunggal sepenuhnya," ungkapnya.
Selain itu, faktor lainnya yang sebabkan operasi militer G30S PKI itu gagal, yakni tidak adanya pembagian kerja di tingkat pimpinan operasi militer.
"Seharusnya dilakukan cara bekerja sbb: Pertama: perlu ditentukan siapa komandan yang langsung memimpin aksi (kampanje). Kawan Syam kah atau kawan Untung. Kemudian pembantu-pembantunya atau stafnya dibagi," ulas Suparjo.
"Sehingga kita bingung melihatnya, siapa sebetulnya komandan: Kawan Syamkah, kawan Untungkah, kawan Latifkah atau Pak Djojo? Mengenai hal ini perlu ada peninjauan yang lebih mendalam karena letak kegagalan dari kampanye di ibu kota sebagian besar karena tidak ada pembagian komando dan kerja yang wajar," lanjutnya.
Prajurit Kelaparan
Suparjo juga mengungkap bahwa faktor lainnya, yakni soal ketersediaan makanan.
Pergerakan pasukan pendukung G30S PKI dari Batalyon Jawa Tengah dan Jawa Timur yang lambat disebabkan para prajurit kelaparan.
Bahkan, pasukan pendukung operasi militer G30S PKI itu justru berbelot ke Kostrad dan bergabung dengan Jenderal Soeharto, serta Jenderal Nasution, karena alasan kelaparan.
"Semua kemacetan gerakan pasukan disebabkan diantaranya tidak makan. Mereka tidak makan semenjak pagi, siang dan malam, hal ini baru diketahui pada malam hari ketika ada gagasan untuk dikerahkan menyerbu ke dalam kota. Pada waktu itu Batalyon Jateng berada di Halim. Batalyon dari Jatim sudah ditarik ke Kostrad dengan alasan makanan," ungkap Suparjo.
Faktor kelaparan itu membuat kekuatan militer kelompok G30S sangat lemah.
Kondisi pasukan G30S pun mulai kacau saat pasukan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie Wibowo melakukan penyerbuan di pusat operasi, wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
"Kawan-kawan pimpinan dari “G-30-S” kumpul di LB (Lubang Buaya). Kesatuan RPKAD mulai masuk menyerang, keadaan mulai “wanordelijk” (kacau). Pasukan-pasukan pemuda belum biasa menghadapi praktek perang sesungguhnya," tulis Suparjo. (buz/dpi)