- Istimewa
Beda Sikap! IPW Acungi Jempol Langkah Polri di Kasus Vina, Tetapi Eks Kabareskrim Justru Singgung 3 DPO Fiktif Belaka, Ternyata
Jakarta, tvOnenews.com - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyambut baik langkah pengerahan tim Bareskrim Polri sebagai asistensi penyidikan yang dilakukan oleh Polda Jawa Barat di kasus Vina.
Dia menilai langkah Mabes Polri di kasus pembunuhan Vina ini sudah tepat dan meminta masyarakat menunggu hasil penyidikan.
"Polri melalui Bareskrim merespon dengan sangat baik. Menurunkan tim untuk mengasistensi Polda Jawa Barat menyidik kembali kasus Vina dan Eki," ujar dia kepada wartawan, Rabu (22/5/2024).
Sugeng juga meyakini dengan adanya bantuan dari Mabes Polri tersebut, dapat semakin mempercepat pengungkapan ketiga pelaku kasus pembunuhan Vina yang masih tersisa.
Di samping itu, dia menyebut Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat sebelumnya juga mempunyai rekam jejak yang baik karena berhasil mengungkap kasus pembunuhan Subang yang sempat tidak terpecahkan.
"Artinya Polda Jawa Barat punya kemampuan, oleh karena itu kita dorong agar Bareskrim bisa ikut membantu Polda Jawa Barat membantu mengejar ketiga DPO," jelasnya.
Sugeng turut mewanti-wanti agar masyarakat tidak mudah mempercayai dan menyebarkan informasi hoaks yang beredar di media sosial terkait kasus yang terjadi pada 2016 silam.
Sebab penyebaran hoaks seperti itu hanya akan semakin memperkeruh keadaan dan menyulitkan proses penyidikan yang dilakukan Polda dan Bareskrim Polri.
Dia berharap masyarakat dapat bersabar dan menunggu serta mendukung proses penyidikan yang tengah dilakukan pihak kepolisian bisa terang-benderang.
"IPW mendukung proses penyidikan yang sedang dilakukan dan mendorong masyarakat agar dalam proses ini kita menunggu hasil dari Bareskrim dan Polda Jawa Barat," tuturnya.
Sebelumnya, mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Ito Sumardi menduga 3 DPO kasus Vina Cirebon yang ditetapkan Polda Jabar hanyalah fiktif belaka.
Sebelumnya, Ito menerangkan jika penetapan DPO itu harusnya dilakukan oleh penyidik atas dasar pengembangan penyidikan.
Namun, penetapan 3 DPO pada kasus pembunuhan Vina Cirebon ini ditetapkan atas dasar keterangan para tersangka yang saat ini sudah divonis penjara seumur hidup.
"Nah kalau tersangka (terdapidana saat ini) sepengalaman saya, apalagi kejahatan yang dilakukan oleh kelompok, itu dia akan membuang kepada orang lain yang mungkin hanya ilusinya. Atau mungkin hanya sesuatu yang asal ngomong supaya meringankan atau mengaburkan tuntutan yang bersangkutan nantinya," tutur Ito kepada tvOne, Selasa (22/5/2024).
Ito tidak yakin dengan penetapan 3 DPO kasus Vina Cirebon yang telah ditetapkan oleh Polda Jabar karena penetapan DPO tersebut hanya berdasarkan keterangan para terpidana.
"Lucunya lagi, para tersangka ini mengatakan tidak kenal dengan para DPO, bahkan sekarang mencabut BAP-nya," katanya.
Menurutnya, bisa jadi para terpidana kasus Vina Cirebon ini melakukan satu koordinasi.
"Jadi kalau menurut saya DPO yang sekarang dibuat ini, apalagi baru dibuat di bulan Mei 2024. Ini semacam DPO yang sifatnya hanya ingin memuaskan masyarakat," katanya.
Bagi Ito, jika para terpidana ini tidak mengenal 3 DPO, bisa jadi itu hanyalah dalih dari para pelaku yang sesungguhnya adalah mereka sendiri.
"Jadi menurut saya DPO ini masih dalam tanda kutip DPO yang sifatnya tidak nyata, atau bayangan, atau fiktif, atau mungkin ilusi," ungkapnya.
Mantan Kabareskrim ini juga menyoroti soal pengakuan terpidana kasus Vina Cirebon, Saka Tatal yang menyebut dirinya sebagai korban salah tangkap.
Tak hanya itu Saka Tatal juga mengaku disiksa hingga disetrum oleh penyidik saat proses hukum berlangsung.
"Kalau orang itu mengaku disiksa, salah tangkap, boleh-boleh saja. Tapi jangan lupa dalam proses sistem peradilan pidana yang diatur dalam KUHP itu menyebutkan bahwa ini adalah proses penyidikan," katanya.
Menurutnya, hakim pasti tidak akan begitu saja percaya dengan hasil penyidikan maupun hasil tuntutan yang dibuat jaksa.
Pasti hakim akan melihat data-data selengkap mungkin setiap perkara.
Terkait adanya dugaan polisi yang menutup-nutupi kasus Vina Cirebon, Ito Sumardi dengan tegas mengatakan polisi tidak mungkin menutup-nutupi kasus tersebut.
"Saya kira tidak ya, polisi hanya mencoba mengakomodasi keterangan dari para tersangka," katanya.
Terakhir mantan Kabareskrim Polri ini juga menduga bahwa polisi akan menarik kesimpulan bahwa sebenarnya tidak ada DPO dalam kasus Vina Cirebon ini.
"Di sini polisi juga beranggapan sebetulnya tidak ada DPO, pelakunya ya mereka-mereka saja (8 terpidana). Mungkin kesimpulan polisi pada akhirnya demikian," pungkasnya.
Polda Jabar Kesulitan Ungkap Kasus Vina Cirebon
Sebelumnya, Ito Sumardi turut menyoroti perkembangan kasus pembunuhan pasangan kekasih Vina dan Eki yang terjadi di Cirebon, pada 2016 silam.
Dia meminta masyarakat untuk bersabar menunggu dan menyerahkan sepenuhnya proses penyidikan kasus tersebut kepada Polda Jabar.
"Saya kira kita perlu menunggu proses penyidikan, sambil menunggu kita harus menghindari sangkaan kepada orang yang tidak didukung dengan bukti yang cukup. Karena ini memiliki konsekuensi hukum," ujarnya kepada wartawan, Senin (20/5/2024).
Di sisi lain, Ito mengatakan Mabes Polri atau dalam kasus ini Bareskrim juga telah ikut memberikan bantuan berupa asistensi kepada penyidik Polda Jabar.
Kendati demikian, Ito mengakui pengungkapan kasus Vina menjadi tantangan tersendiri bagi penyidik.
Pasalnya, peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Agustus 2016 atau sekitar 8 tahun yang lalu, sehingga diperlukan ketelitian untuk menelusuri kembali kasus tersebut.
"Tentunya Polda Jabar harus meruntut dari kejadian 8 tahun yang lalu yang memang tidak mudah. Karena penyidiknya sudah pindah, pimpinan yang sudah pindah, dan juga banyak faktor yang bisa terjadi distorsi," jelasnya.
Oleh sebab itu, Ito mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan menimbulkan pelbagai spekulasi di media sosial dan menunggu informasi resmi dari aparat yang berwenang.
"Kalau kita mengatakan seolah-olah orang itu terlibat tapi belum didukung oleh bukti-bukti tentunya ada konsekuensi hukum," pungkasnya.(lkf)