- Julio Trisaputra/tvOne
Ini Klarifikasi Kejati DKI Jakarta Soal Opsi Restorative Justice Pelaku AG pada Kasus Penganiayaan Berat Terhadap David Ozora
Jakarta, tvOnenews.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mengklarifikasi terkait opsi restorative justice (RJ) terhadap pelaku anak AG pada kasus penganiayaan berat terhadap David Ozora.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta Ade Sofyansyah.
Menurutnya, klarifikasi penawaran RJ kepada pelaku anak AG diperlukan dalam merinci pernyataan Kepala Kejati DKI Jakarta Reda Manthovani usai menjenguk David Ozora di RS Mayapada pada Kamis (16/3/2023).
"Statement Kajati DKI Jakarta memberikan peluang untuk menawarkan memberikan diversi kepada anak AG yang berkonflik dengan hukum semata-mata hanya mempertimbangkan masa depan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak," kata Ade dalam keterangan persnya, Jumat (17/3/2023).
Ade menuturkan penawaran restorative justice sebagai bentuk pelaku anak tersebut yang tak secara langsung melakukan aksi penganiayaan berat tersebut.
Kendati demikian, langkah opsi restorative justice khusus AG dapat terwujud jika pihak korban menyetujuinya.
"Oleh karena perbuatan yang bersangkutan tidak secara langsung melakukan kekerasan terhadap korban. Namun, apabila korban dan keluarga tidak memberikan upaya damai khusus terhadap pelaku anak AG yang berkonflik dengan hukum maka upaya restorative justice tidak akan dilakukan," ungkapnya.
Kejati DKI Jakarta Buka Peluang Restorative Justice Kasus Penganiayaan Berat Mario Dandy Satriyo Cs Terhadap David Ozora
Kasus penganiayaan berat terhadap David Ozora yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo anak eks Pejabat Pajak Kemenkeu terus menjadi sorotan berbagai pihak dan instansi.
Teranyar, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Reda Manhovani menjenguk korban David Ozora yang masih terbaring lemah dan menjalani perawatan medis di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan pada Kamis (16/3/2023) malam.
Usai menjenguk korban, Reda mengatakan masih adanya peluang restorative justice atau RJ dalam penanganan kasus tersebut.
"Di tahap berikutnya misalnya sudah dilimpahkan kepada kami proses itu (restorative justice) kami tetap menawarkan, apakah ini akan dimaafkan secara yuridis sehingga dapat dilakukan proses tadi," kata Reda kepada awak media.
Reda menuturkan restorative justice bisa terwujud jika kedua belah pihak, yakni korban dan para tersangka dapat menyetujuinya.
Menurutnya, jika salah satu pihak menolaknya langkah restorative justice tidak akan dilakukan melainkan proses pengadilan yang berjalan.
"Proses RJ dilakukan apabila kedua belah pihak memang menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini. Tapi kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan serta bertepuk sebelah tangan namanya. Kami akan tetap tawarkan, masalah dilakukan RJ atau tidak itu tergantung para pihak, khususnya keluarga korban," ungkapnya. (raa/nsi)