- Tim tvOne - Andri Prasetiyo
Tak Ada Link and Match antara Kampus dan Pasar Kerja, 12 Persen Sarjana di Indonesia Menganggur
Sleman, DIY - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziah menyebut sekitar 12 persen jumlah pengangguran di Indonesia didominasi oleh lulusan sarjana dan diploma. Tingginya jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi tersebut disebabkan tidak adanya link and match antara kampus dengan pasar kerja.
"Kita masih punya PR (pekerjaan rumah) bahwa jumlah pengangguran lulusan sarjana dan diploma masih di angka 12 persen karena tidak adanya link and match," kata Ida usai menghadiri wisuda anaknya, Syibly Adam Firmanda, yang lulus sarjana psikologi, Universitas Gadjah Mada, Rabu (22/2/2023).
Dijelaskan Ida, kondisi berbeda justru dialami oleh para lulusan SMP ke bawah. Mereka justru mendominasi jumlah kelompok pekerja di Indonesia.
"Kelompok yang bekerja sebagian berpendidikan SMP ke bawah, justru yang menganggur lulusan SMK, diploma, dan sarjana," ungkapnya.
Oleh karena itu, Ida menaruh harapan besar pada program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang dicanangkan Kemendikbud ristek. Program tersebut diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran dari lulusan perguruan tinggi.
"Saya kira dengan program pemagangan dilakukan anak-anak sudah dipersiapkan siap kerja sebelum lulus. Dengan MBKM mengurangi miss link and match, yang lulus hari ini tidak menambah pengangguran," ujarnya.
Meski demikian Ida tidak mematok target berapa jumlah pengangguran yang bisa diturunkan dari program MBKM. Yang terpenting menurutnya, program magang kerja bagi para mahasiswa dapat mengurangi kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dengan pasar kerja.
"Kita berharap pengangguran semakin turun, tidak ada target khusus," terang menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Disinggung terkait banyaknya buruh yang menjadi korban PHK akibat dampak ekonomi global saat ini, Ida mengatakan pemerintah belum memikirkan untuk memberikan subsidi upah seperti dalam tiga tahun terakhir. Ida menjelaskan, subsidi upah saat itu diberikan karena adanya kondisi pandemi serta dampak penyesuaian kenaikan harga BBM.
"Bantuan subsidi upah tahun 2020 dan 2021 karena ada pandemi di mana para buruh berkurang pendapatannya akibat banyak mereka yang dirumahkan. Lalu tahun 2022 diberi subsidi karena ada penyesuaian kenaikan harga BBM, sehingga kita perlu membantu dengan subsidi upah. Mudah-mudahan (tahun ini) tidak ada yang membuat upah teman-teman buruh jadi berkurang. Sebenarnya kebijakan itu mengikuti kondisi," bebernya.
Terkait ancaman resesi, Ida menyebut banyak negara yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap positif meski mengalami penurunan.
"Ekonomi kita diprediksi turun tapi dianggap sangat baik dengan negara lain, bisa tumbuh positif dan inflasi yang masih terkendali. Meski ada penurunan tapi masih tumbuh positif," tutupnya. (Apo/Buz).