Opium.
Sumber :
  • Gustavus.edu

Junta Berkuasa, PBB Sebut Budidaya Opium di Myanmar Meningkat

Minggu, 29 Januari 2023 - 18:30 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut budidaya opium di Myanmar meningkat setelah junta mengambil alih kekuasaan pada 2021.

Berdasarkan laporan Myanmar Opium Survey 2022: Cultivation, Production and Implications, budidaya opium di Myanmar meningkat 33 persen.

"Musim tanam penuh pertama sejak pengambilalihan oleh militer menunjukkan peningkatan 33 persen di area budidaya. Ini menjadi 40.100 hektare. Peningkatan potensi hasil sebesar 88 persen menjadi 790 metrik ton," demikian laporannya dikutip pada Jumat (27/1/2023).

“Gangguan ekonomi, keamanan dan tata kelola yang menyusul pengambilalihan militer pada Februari 2021 saling bertumpuk. Petani di daerah terpencil yang rawan konflik seperti di Shan utara dan daerah perbatasan lainnya hanya memiliki sedikit pilihan selain kembali ke opium,” ujar Perwakilan Regional UNODC (Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Narkoba dan Kejahatan) Jeremy Douglas.

Laporan tersebut mengungkapkan peningkatan yang paling signifikan dilaporkan di Shan.

Budidaya meningkat sebesar 39 persen diikuti Chin 14 persen, Kayah 11 persen dan Kachin 3 persen.

“Estimasi rata-rata hasil opium juga meningkat sebesar 41 persen menjadi 19,8 kilogram per hektare. Ini merupakan nilai tertinggi sejak UNODC mulai menghitungnya pada tahun 2002. Angka tersebut menunjukkan praktik pertanian yang semakin canggih dan ketersediaan pupuk,” jelas laporan tersebut.

Adapun harga yang dibayarkan kepada petani turut meningkat sebesar 69 persen menjadi sekitar 280 dolar AS atau sekitar Rp4,2 juta per kilogram.

“Pertumbuhan yang kita saksikan dalam bisnis narkoba berhubungan langsung dengan krisis yang dihadapi Myanmar. Dampaknya bagi kawasan ini sangat besar. Negara tetangga perlu menilai dan secara terbuka menangani situasi tersebut,” ungkapnya.

Nilai regional perdagangan heroin di Myanmar sekitar 2 miliar dolar AS atau hampir Rp30 triliun dari sekitar 10 miliar dolar AS atau sekitar Rp149,7 triliun di wilayah tersebut.

“Tanpa alternatif dan stabilitas ekonomi, penanaman dan produksi opium kemungkinan besar akan terus berkembang,” ujar Country Manager UNODC Myanmar Benedikt Hofmann. (ant/nsi)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:08
10:31
01:52
01:42
02:09
03:10
Viral