- Istimewa
Kawal Nasib Tenaga Honorer, Politikus PDIP Rieke Desak Rekrutmen PPPK
Jakarta, tvOnenews.com - Akhir-akhir ini nasib tenaga honorer ramai diperbincangkan. Bahkan, tak sedikit tokoh politik yang buka suara untuk memperjuangkan nasib mereka.
Satu di antaranya, anggota DPR yang juga politikus PDI Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka. Dilansir dari VIVA, dia terus mengawal nasib para tenaga honorer agar jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Selain itu, Rieke mengingatkan pemerintah bisa pertimbangkan masa pengabdian pekerja honorer dalam proses rekrutmen PPPK.
"Kami mendesak rekruitmen PPPK yang berkeadilan dengan memperhitungkan masa kerja. Ini bukan tuntutan yang berlebihan," kata Rieke, seperti yang dikutip dari VIVA, Jumat (27/2/2023).
Di samping itu, dia juga katakan, jika merujuk Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), batas usia bagi pendaftar dalam sistem penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) maksimal hanya 35 tahun.
Sementara, jumlah tenaga honorer berusia di atas 35 tahun sangat banyak. Pun, ia sebutkan, masa kerja mereka sudah bertahun-tahun.
"Guru, juga tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, semua, infrastruktur, penyuluh. Mereka pelayan publik yang luar biasa. Mereka berjuang dengan usia di atas 35 tahun, dengan menghitung masa pengabdian. Jadi, bukan sesuatu yang tidak mungkin. Sesuatu yang mungkin. Kita cari solusi, tanpa merevisi UU ASN pun saya kira bisa," katanya secara tegas.
Tak hanya sampai di situ saja, dia akui dirinya juga sudah meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani agar bisa berikan jaminan hari tua dan pensiun untuk pegawai non-ASN atau PPPK.
Terkait itu, Politikus wanita ini juga sudah menyampaikan surat resmi ke para menteri terkait.
"Saya dengar baru tiga dulu yang didapat, kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan kematian. Tapi saya merekomendasikan dalam surat resmi saya kepada para menteri, jangan ditutup ruang untuk mendapatkan jaminan hari tua dan hari pensiun untuk para pelayan publik non PNS," ungkap Rieke.
"Toh, juga skemanya juga dipotong upah. Bapak ibu kan juga sering ke luar negeri, mana ada guru di luar negeri yang nggak punya pensiun di luar negeri," sambungnya menjelaskan.
Lebih lanjut, dia yakin Presiden Joko Widodo dan jajaran menterinya bekerja dengan rasionalitas serta hati. Bagi dia, persoalan tenaga honorer menjadi PPPK merupakan masalah penting.
"Ini nasib jutaan orang. Negara bisa runtuh kalau tanpa pelayan publik yang begitu banyak," ujarnya.
Sebelumnya, Rieke memang sempat menemui Menpan RB Abdullah Azwar Anas. Ia ingin bicarakan nasib para honorer dan PPPK. Saat itu, perjuangan Rieke dapatkan sambutan positif.
Bahkan, dia menyebutkan, memperjuangkan nasib honorer dan PPPK bukan tanpa alasan. Dia mengaku sering dapat keluhan para honorer saat kunjungan kerja sebagai Anggota DPR RI.
Bahkan, ia juga menceritakan pengalamannya saat bertemu guru honorer di SD Inpres Burean 2 Durean, Kabupaten Kupang NTT, Nuryati.
Ibunda dari Juara 1 Olimpiade Sempoa Internasional, Caesar Archangels Hendrik Meo Tnunay atau Nono ini ternyata jadi guru honorer sejak 2005.
Namun, karena umurnya sudah lewat 35 tahun, ia tak bisa mengikuti proses rekrutmen CPNS.
Nuryati menyampaikan agar nasib dirinya dan guru honorer di pedalaman daerah diperhatikan nasibnya.
"Mohon sekali, kasihani kami. Bukan hanya saya, tapi untuk semua guru yang ada di Indonesia. Guru bisa mencerdaskan anak bangsa kalau dia bisa merasa sejahtera," kata Nuryati. (viva/aag)