- Istimewa
Kasus Judi Online di Komdigi Jadi Sorotan, Jaksa Disebut Asal soal Tuntutan yang Tak Sesuai Fakta Persidangan
Jakarta, tvOnenews.com - Kasus dugaan keterlibatan dalam perlindungan situs judi online (judol) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dengan terdakwa ZA dan AAB menjadi sorotan.
Kuasa hukum kedua terdakwa, Christian Malondo menyampaikan kritik terhadap tuntutan jaksa.
Dia menilai tuntutan yang diajukan tidak mencerminkan fakta-fakta persidangan.
ZA dituntut sembilan tahun penjara berdasarkan Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perjudian, serta Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
Sementara itu, AAB, yang merupakan istri ZA, dituntut sepuluh tahun penjara atas tuduhan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010.
“ZA tidak pernah mengenal bandar maupun agen judi online. Bahkan Menteri Komunikasi dan Digital Budi Arie Setiadi pun tidak mengetahui kegiatan yang berkaitan dengan penjagaan situs judol ini,” kata Malonda dilansir Jumat (25/7/2025).
Malonda menjelaskan bahwa ZA hanya diperkenalkan dengan sosok bernama Muhrijan alias Agus melalui seseorang bernama Adhi Kismanto, dan menerima aliran dana tanpa mengetahui operasional teknis di baliknya.
Adapun untuk AAB, Malonda menyebut bahwa kliennya hanya diminta oleh suaminya untuk mengantar barang yang disebut sebagai alat studio.
“Ia tidak menyadari ada unsur lain dalam kegiatan tersebut,” ujarnya.
Dari sudut pandang hukum, Malonda menilai tuntutan terhadap ZA tidak memenuhi unsur kesengajaan sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 303 KUHP maupun Pasal 27 ayat (2) UU ITE.
Kedua pasal tersebut, lanjut dia, mengharuskan adanya bukti bahwa pelaku memiliki pengetahuan dan niat jahat (mens rea) dalam mendistribusikan atau memfasilitasi perjudian daring.
“ZA hanyalah penerima dana pasif, bukan pelaku aktif. Fakta-fakta yang muncul di persidangan justru menunjukkan tidak adanya keterlibatan langsung. Tuntutan ini tidak sesuai dengan prinsip pembuktian dalam Pasal 184 KUHAP yang menekankan alat bukti harus saling mendukung,” ucapnya.
Sementara itu, Malonda menilai tuntutan terhadap AAB berdasarkan Pasal 3 atau 4 UU TPPU tidak berdasar karena kliennya tidak mengetahui asal-usul dana yang diterima.