Persidangan kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat..
Sumber :
  • Istimewa

Persidangan Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis Cs, Saksi Beberkan Status Smelter di Bangka Belitung

Rabu, 27 November 2024 - 00:07 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Aktivis lingkungan Bangka Belitung (Babel), Elly Rebuin dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi PT Timah, dengan terdakwa Harvey Moeis, Reza Andriansyah, dan Suparta.

Dalam persidangan, Elly mengungkapkan keberadaan smelter di Babel telah membawa perubahan signifikan dalam pengelolaan sumber daya timah dan distribusi kesejahteraan di wilayah tersebut.

Menurutnya, salah satu dampak positifnya ialah penurunan aktivitas smokel atau penyelundup timah ke luar negeri.

Selain itu, smelter juga memberikan akses lebih luas kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pertambangan, yang turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

"Yang pasti, dengan adanya smelter, smokel itu menurun. Indikasinya terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang meningkat, dan monopoli tambang oleh PT Timah sudah tidak ada lagi. Sekarang rakyat juga diberi akses (pada pertambangan)," kata dia.

Dia menjelaskan, sebelum adanya smelter, PT Timah mendominasi pengelolaan timah di Bangka.

Namun, sejak perusahaan swasta diperbolehkan berpartisipasi, tercipta opsi kerja sama yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengelola tambang.

"Semenjak ada swasta, itikad baik kita adalah memberikan opsi agar rakyat bisa mengelola timah, sehingga kesejahteraan mereka pun meningkat," lanjutnya. 

Keberadaan smelter juga memberikan stabilitas harga timah dan mengurangi ketergantungan pada pasar gelap. Para pengepul atau CV yang beroperasi diwajibkan memiliki badan hukum dan membayar pajak, sehingga meningkatkan kontribusi kepada pemerintah daerah dan negara. 

Namun, tantangan tetap ada, karena aktivitas penyelundupan timah ilegal masih terjadi, meski sudah menurun.

"Smokel masih ada. Kemarin baru ada yang tertangkap. Yang kita takutkan adalah mereka yang menambang tanpa izin, merusak lingkungan, dan hasilnya dijual ke luar negeri," katanya. 

Sementara itu, dengan bergulirnya kasus korupsi PT Timah ini, banyak perusahaan smelter yang terpaksa berhenti beroperasi. Hal ini bermuara pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Tak hanya itu, para penambang rakyat ini pun mulai berkurang, karena sulitnya memperoleh izin penambangan rakyat, di samping berkurangnya jumlah smelter yang beroperasi.

Elly menuturkan berdampak pada kemampuan ekonomi masyarakat dan memberi efek domino pada aspek sosial, termasuk tingkat kriminalitas.

"Dulu, saat timah masih bebas ditambang rakyat, orang bahkan tidak berani mengambil motor dengan kunci tertinggal. Sekarang, jangankan motor, gas 3 kg saja diambil. Artinya, ada perbedaan signifikan di tingkat kriminalitas," ungkapnya. 

Meski demikian, kesejahteraan masyarakat tetap menjadi prioritas, terutama bagi mereka yang hidup bergantung pada tambang timah.

Dia menyoroti pentingnya kerja sama antara pemilik lahan tambang dan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) agar rakyat tetap dapat terlibat secara legal dalam kegiatan tambang. 

"Pada 2018, masyarakat banyak yang masih menambang. Dengan konsep kerja sama ini, kita bisa menyelamatkan mereka yang tidak paham hukum. Yang penting mereka punya akses kerja tanpa menyelundupkan hasilnya," jelasnya. 

Keberlanjutan lingkungan juga menjadi perhatian. Reklamasi lahan bekas tambang dilakukan secara sporadis untuk memulihkan kawasan yang rusak.

Banyak lahan bekas tambang kini dimanfaatkan untuk berbagai fasilitas, termasuk kantor pemerintahan. 

"Kantor gubernur dan Polda itu berdiri di bekas tambang. Selain itu, banyak juga lahan yang dijadikan kolam setelah direklamasi," tambahnya. 

Keberadaan smelter tidak hanya mengurangi penyelundupan dan memberikan stabilitas ekonomi, tetapi juga mendorong masyarakat untuk terlibat secara legal dalam tambang, sembari memastikan keberlanjutan lingkungan melalui reklamasi yang bertanggung jawab.(ant/lgn)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:50
03:27
02:06
03:04
03:16
05:48
Viral