- Tim Tvone/Dedi Herianto
Korupsi Dana Desa Berjamaah, Kejari Tapanuli Selatan akan Tetapkan 212 Tersangka
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara - Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara (Sumut), akan menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi Dana Desa berjamaah se-Kabupaten Tapanuli Selatan. Dugaan Korupsi Dana Desa tahun anggaran 2019 ini, dilakukan oleh 212 kepala desa yang merugikan keuangan negara hingga Rp1,2 miliar.
"Tinggal menunggu keterangan ahli saja untuk menetapkan berapa kerugian negara dalam kasus ini secara pasti. Setelah itu, mungkin bulan depan kita langsung menetapkan tersangka,” ujar Kasi Intel Kejari Tapanuli Selatan, Samandhohar Munte.
Menurut Samandhohar, keterangan ahli dibutuhkan untuk melengkapi berkas perkara, walaupun penyidik kejaksaan sudah bisa memperhitungkan kerugian negara akibat korupsi berjamaah tersebut. Dari 212 kepala desa se-Kabupaten Tapanuli Selatan, 197 diantaranya telah diperiksa dan diambil keterangannya.
"Tinggal 15 kepala desa lagi yang akan kita periksa, dan hingga saat ini Kejaksaan Tapsel sudah berhasil mengembalikan uang negara Rp1.075.000.000 dari para kepala desa,” lanjut Samandhohar Munte.
Lebih jauh, Samandhohar Munte menyampaikan, meski nominal kerugian negara telah dikembalikan oleh para pelaku, namun proses hukum atas kasus korupsi Dana Desa itu tetap berlanjut.
"Nanti akan kita rilis bersama-sama, yang jelas ada oknum intelektualnya,” jawab Samandhohar Munte singkat.
Sebelumnya, sebanyak 212 orang kepala desa se-Kabupaten Tapanuli Selatan diperiksa pihak kejaksaan atas dugaan penyalahgunaan Anggaran Dana Desa (ADD) tahun 2019. Dana Desa tersebut diperuntukkan untuk kegiatan pengadaan papan monografi, pembelian baju kader Posyandu, pembelian baju Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), baju Badan Permusyawaratan Desa (BPD), pengadaan koran di desa dan sebagainya. Namun, pada kenyataannya anggaran kegiatan pengadaan itu dilakukan dan dikorupsi oleh seorang oknum di pemerintahan, bahkan berdasarkan hasil penyidikan terdapat satu kecamatan dengan kegiatan fiktif. (Dedi Herianto/Wna)