- Istimewa
Ibu Menyatu, Hutan Lestari
Perhutanan sosial adalah kebijakan yang menjadi wadah kompromi. Banyak tanah berstatus negara secara de facto sudah dikelola masyarakat. Seringkali hutan yang turun-temurun sebelum Republik berdiri sudah menghidupi pemukiman warga, setelah Indonesia merdeka justru dimasukkan sebagai kawasan hutan.
Padahal sebagian yang dikelola bukan lagi hutan primer, tapi sudah terbuka. Walhasil, masyarakat dan petugas kucing-kucingan. Masyarakat mengelola diam-diam, petugas menangkap jika tahu.
Kini dengan status perhutanan sosial, masyarakat punya hak legal. Para perempuan pengelola hutan bisa mendapat manfaat sambil memelihara hutan. Tegakan pohon dipertahankan, sambil ditanami tanaman lain yang bernilai ekonomi. Status kelola bisa diwariskan ke keturunan langsung. Walau, tidak bisa dipindahtangankan.
Namun proses pengelolaan hutan tak bisa serta merta selesai setelah pemberian izin. Negara perlu terus melakukan edukasi dan pendampingan, serta mendorong implementasi aturan yang berpihak pada perempuan. Peraturan kementerian tentang pengarusutamaan gender dalam sektor kehutanan bisa jadi landasan alokasi insentif yang lebih besar.
Niscaya investasi pada keunikan dan kekuatan para perempuan penjaga dan pengelola hutan ini akan kembali berlipat ganda. Untuk cita-cita Indonesia yang bukan hanya makmur. Tapi juga adil dan permai.(chm)