Wahai Para Wanita, Ketahui Hakmu Setelah Menikah! Berikut 5 Hak Istri yang Harus Dipenuhi Suami
- Freepik/vershinin89
tvOnenews, Hak Istri - Dalam sebuah ikatan pernikahan, tentu antara suami dan istri, masing-masing memiliki hak yang harus didapat dan kewajiban yang harus dipenuhi.
Secara umum, istri memiliki berbagai hak materil yang berupa mahar dan nafkah, serta hak nonmateril, yakni hubungan baik, perlakuan yang baik dan keadilan.
Dirangkum dari buku “Fiqhul Islam Wa Adillatuhu - jilid 9” karya Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, berikut hak-hak istri yang harus dipenuhi suami berdasarkan Quran, Hadis dan Pendapat Imam Mazhab.
1. Mahar dan Nafkah

img: Freepik/atlascompany
Diketahui bahwa mahar merupakan hak khusus perempuan ketika menikah berdasarkan Al-Qur'an dan hadits. Berdasarkan firman Allah SWT.
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan." (Q.S. An-Nisaa': 4)
Berdasarkan hadits, dikatakan pula bahwa perkawinan Rasulullah SAW tidak pernah terlepas dari mahar dan nafkah. Hal tersebut adalah perkara yang juga telah ditetapkan di dalam Al-Qur'an dan hadits. Berdasarkan firman Allah SWT,
"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf." (Q.S Al-Baqarah: 233)
Juga dari Mu'awiyah al-Qusyairi, "Sesungguhnya Nabi ditanya oleh seorang laki-laki, Apakah hak istri yang harus dipenuhi oleh suami?" Beliau menjawab, "Kami berikan dia makan jika kamu makan, kamu pakaikan dia jika kamu mengenakan pakaian. Dan jangan kamu pukul wajahnya. Dan jangan kamu buat dia menjadi buruk. Dan jangan kamu tinggalkan dia kecuali di dalam rumah.”
2. Menjaga kesucian istri dan menggaulinya

img: Freepik
Mazhab Maliki berpendapat, persetubuhan wajib dilakukan oleh suami kepada istrinya jika tidak ada halangan. Mazhab Syafi'i berpendapat, persetubuhan hanya diwajibkan sekali saja karena ini adalah hak milik suami, maka dia boleh meninggalkannya seperti halnya mendiami rumah sewaan.
Mazhab Hambali berpendapat, suami wajib menggauli istrinya dalam setiap empat bulan sekali, jika tidak ada halangan karena seandainya bukan suatu kewajiban, tidak ditegaskan dengan sumpah (al-iilaa) untuk meninggalkannya secara wajib, seperti halnya semua perkara yang tidak wajib.
Load more