Apa Hukumnya Penjarahan Rumah Anggota DPR, Termasuk Dosa Dalam Islam? Amarah Rakyat, Antara Aksi Protes dan Tindakan Kriminal
- instagram Bang Putra Pradita/tim tvOnenews
tvOnenews.com - Memangnya penjarahan dibenarkan dalam Islam? Apakah termasuk dosa besar? Simak penjelasan dari kacatama Ustadz berikut ini.
Kerusuhan yang terjadi di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (30/8/2025) menjadi sorotan publik setelah rumah Ahmad Sahroni, mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, menjadi sasaran amukan massa.
Ratusan orang berbondong-bondong menyerbu kediamannya, merusak fasilitas rumah, hingga mengarak mobil mewah Porsche merah tipe 1600 super ke lahan kosong depan rumah. Mobil itu sempat akan dibakar, namun akhirnya hanya digulingkan dan dipreteli bagian-bagiannya.
Kehadiran aparat TNI di lokasi memang berusaha menenangkan keadaan, tetapi emosi masyarakat yang meluap tidak mudah diredam. Aksi itu bahkan ditayangkan secara langsung di TikTok, membuat ribuan warganet menyaksikan detik-detik perusakan dan penjarahan.
Tidak berhenti pada Sahroni, rumor pun merebak di media sosial bahwa rumah politisi sekaligus artis Eko Patrio dan presenter Uya Kuya ikut diincar. Penyebabnya, keduanya dikritik keras usai videonya berjoget saat sidang tahunan MPR tersebar luas.
Meski begitu, pantauan di lapangan menunjukkan rumah Eko Patrio di Kuningan Timur, Jakarta Selatan, dan rumah Uya Kuya di Duren Sawit, Jakarta Timur, masih aman terkendali. Namun derasnya komentar warganet yang menyebarkan alamat pribadi mereka menambah panas situasi.
Latar belakang kemarahan publik terhadap Ahmad Sahroni bermula dari pernyataannya di Sumatera Utara (22/8/2025) yang menyebut rakyat “tolol” jika mendukung wacana pembubaran DPR.
Ucapan itu dianggap melecehkan masyarakat, terlebih Sahroni sudah tiga periode duduk di kursi parlemen dengan gaji negara.
Amarah makin besar setelah ia menolak tantangan debat dari influencer Salsa Erwina Hutagalung yang mengaku mendapat intimidasi dari timnya. Kombinasi faktor inilah yang kemudian memicu amukan massa hingga berujung pada penjarahan rumahnya.
Hukum Islam Menyikapi Penjarahan
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah menjarah rumah pejabat zalim dibenarkan dalam Islam? Seorang warganet bahkan menuliskannya langsung kepada Ustaz Bang Putra Pradita.
Menjawab hal ini, Ustaz Putra Pradita mengutip firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 42:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahuinya.”
Ia menegaskan, aksi protes boleh dilakukan sebagai upaya melawan kebatilan, tetapi tidak boleh dicampuri dengan tindakan yang juga batil. “Silakan demo, suarakan kebenaran. Tapi jangan dikotori dengan kebatilan. Apa bedanya kita dengan mereka kalau ikut menjarah?” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan agar umat jangan tergoda mengambil harta hasil penjarahan. “Lebih baik harta mereka binasa daripada masuk ke perut kita. Itu bisa merusak hati dan menjadikan kita mirip dengan mereka (koruptor),” tegasnya.
Kaidah Fiqih: Darurat Tidak Bisa Jadi Alasan
Dalam fiqih, dikenal kaidah الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَات (“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang”). Landasan ini disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 173:
“Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya), sedang ia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini digunakan para ulama untuk menjelaskan bahwa kondisi darurat, seperti kelaparan ekstrem atau bencana, bisa membolehkan mengambil sesuatu yang haram sekadar untuk menyelamatkan nyawa. Namun, syaratnya ketat: benar-benar ada ancaman jiwa, tidak ada alternatif halal lain, dan hanya sebatas kebutuhan pokok.
Dalam kasus rumah Sahroni, massa jelas tidak berada dalam kondisi darurat yang membahayakan nyawa. Mereka tidak sedang kelaparan hingga terpaksa mengambil makanan, melainkan melampiaskan amarah politik dan kekecewaan sosial. Karena itu, penjarahan dan perusakan masuk kategori dosa besar.
Rasulullah SAW bersabda:
لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seorang Muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).
Hadis ini menegaskan bahwa harta orang lain, meskipun ia zalim atau menyakiti kita, tidak boleh diambil tanpa izin. Apalagi yang dijarah berupa mobil mewah atau perabotan, yang jelas tidak ada kaitannya dengan kebutuhan mendesak.
Antara Aksi Protes dan Tindakan Kriminal
Peristiwa di Tanjung Priok menjadi pelajaran berharga bahwa batas antara aksi demonstrasi dengan tindak kriminal sangat tipis. Islam membolehkan protes terhadap pemimpin zalim, tetapi dengan cara yang benar dan konstitusional. Perusakan dan penjarahan justru membuat aspirasi rakyat kehilangan legitimasi.
Kemarahan massa bisa dipahami sebagai bentuk frustrasi terhadap elite politik. Namun, membalas dengan cara merampas harta hanya akan melahirkan dosa dan kerugian baru. Jalan terbaik adalah menyalurkan aspirasi lewat mekanisme hukum, menjaga marwah syariat, serta menegakkan nilai keadilan sebagaimana diajarkan Al-Qur’an dan Sunnah.
Kesimpulan: Menjarah rumah anggota DPR, meski karena marah atau kecewa, tetap tidak dibenarkan dalam Islam. Ayat dan hadis jelas menegaskan larangan mengambil harta orang lain tanpa izin. Aksi massa boleh, tapi jangan sampai berubah menjadi kebatilan yang sama dengan yang mereka lawan. (udn)
Load more