Sudah Capek-capek Bayar Kredit Motor atau Mobil, Memangnya Termasuk dalam Haram dan Riba? Begini Kata Ulama
- Istockphoto
tvOnenews.com - Memangnya kredit motor dan mobil termasuk jerat riba dalam Islam? Begini penjelasan ulama soal hukum kredit kendaraan bermotor.
Di era modern, kepemilikan kendaraan pribadi seperti motor atau mobil semakin dianggap kebutuhan primer.
Banyak orang memilih jalan kredit karena dianggap praktis: tidak perlu membayar penuh di awal, cukup dengan uang muka dan cicilan bulanan.
Namun, di balik kemudahan itu, muncul persoalan serius dari sudut pandang Islam: apakah skema kredit kendaraan masuk kategori riba yang dilarang agama?
Dalam Islam, riba merupakan salah satu dosa besar yang diharamkan secara tegas. Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an:
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275).
Rasulullah SAW pun melaknat semua pihak yang terlibat dalam praktik riba, baik pemberi, penerima, pencatat, maupun saksinya (HR. Muslim).
Karena itu, umat Muslim dituntut berhati-hati dalam setiap transaksi keuangan, termasuk pembelian kendaraan dengan sistem kredit.
Polemik muncul karena praktik kredit sering melibatkan pihak ketiga seperti bank atau leasing. Umumnya, perusahaan ini menambahkan bunga sebagai keuntungan.
Tambahan inilah yang dipermasalahkan, sebab banyak ulama menilai bunga identik dengan riba. Lalu bagaimana sebenarnya hukum kredit motor atau mobil menurut syariat Islam?
Definisi Kredit Kendaraan dan Skema Umumnya
Kredit kendaraan berarti membeli mobil atau motor dengan cara dicicil. Konsumen biasanya membayar DP (down payment) di awal, kemudian melanjutkan pembayaran lewat cicilan bulanan.
Ada dua skema umum yang berlaku dalam kredit kendaraan:
1. Kredit dengan Bunga
Skema ini lazim dipraktikkan leasing konvensional. Konsumen dikenai cicilan dengan tambahan bunga.
Tambahan ini dianggap sebagai keuntungan dari pinjaman, yang oleh mayoritas ulama dikategorikan sebagai riba.
2. Kredit tanpa Bunga
Skema ini biasanya dijalankan lembaga pembiayaan syariah dengan sistem murabahah, yaitu jual beli dengan margin keuntungan tetap yang disepakati di awal.
Selama transparan dan akadnya jelas, model ini diperbolehkan dalam Islam.
Pandangan Islam: Kredit Boleh, Riba Haram
Ustadz Khalid Basalamah dalam kanal YouTube Manhaj Para Sahabat menegaskan bahwa kredit tidak otomatis haram.
“Kredit motor dan rumah bukan tidak boleh, tapi caranya harus syar’i,” jelasnya.
Menurut beliau, kuncinya ada pada akad. Jika akadnya berbentuk utang-piutang dengan tambahan bunga, maka hukumnya riba dan haram.
Tetapi bila akadnya jual beli, di mana penjual membeli barang lalu menjual kembali dengan harga lebih tinggi secara cicilan, maka diperbolehkan.
Beliau memberi contoh: seseorang ingin membeli motor seharga Rp15 juta tapi belum punya uang cukup.
Lalu ada pihak A yang membeli motor itu dan menjualnya kembali kepada pihak B seharga Rp17 juta dengan pembayaran cicilan.
Akad ini sah karena berbentuk jual beli, bukan pinjaman berbunga. “Akadnya jelas transaksi jual beli,” tegas Ustadz Khalid.
Sebaliknya, jika pihak A hanya memberi pinjaman uang Rp15 juta kepada pihak B dengan syarat pengembalian plus bunga, maka itu murni riba dan haram.
“Pinjam tidak boleh bertambah,” tambahnya.
Perspektif Hukum Islam dan Kehati-hatian Umat
Para ulama sepakat, riba adalah praktik yang merugikan dan bertentangan dengan prinsip keadilan. Islam memandang utang harus dibayar sesuai pokoknya tanpa tambahan.
Itulah mengapa sistem leasing konvensional dengan bunga menjadi masalah, sementara pembiayaan syariah dengan akad murabahah dianggap sah.
Di sinilah pentingnya kehati-hatian bagi umat Islam. Tidak semua kredit kendaraan haram, namun perlu dipastikan akadnya benar.
Banyak lembaga keuangan syariah kini menawarkan kredit kendaraan tanpa bunga, menggunakan akad murabahah atau ijarah muntahiyah bittamlik (sewa-beli).
Skema ini memungkinkan umat Muslim memiliki kendaraan tanpa terjerat riba.
Kredit motor atau mobil memang menjadi solusi praktis, tetapi dari sudut pandang Islam, tidak boleh mengabaikan hukum riba.
Jika dilakukan dengan akad syariah, transparan, dan bebas dari bunga, kredit diperbolehkan. Namun, jika masih menggunakan bunga atau keuntungan atas pinjaman, maka jatuh pada riba yang hukumnya haram.
Sebagai Muslim, sudah seharusnya lebih selektif memilih lembaga pembiayaan. Memahami akad yang digunakan bukan hanya soal finansial, melainkan bagian dari tanggung jawab moral dan spiritual untuk menjauhi riba.
Dengan begitu, kebutuhan akan kendaraan dapat terpenuhi, tanpa harus mengorbankan prinsip keimanan. (udn)
Load more