Viral, Anggota DPR & Menteri Asik Joget di Sidang Tahunan MPR, Ustadz Adi Hidayat Beri Sindiran Tajam: Kami tidak Pernah Mewakilkan Anda Sebagai....
- YouTube Adi Hidayat
tvOnenews.com - Momen joget para anggota DPR RI hingga menteri saat Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD 2025 menjadi sorotan publik.
Aksi berjoget ria di ruang sidang yang sejatinya menjadi simbol kenegaraan dianggap kurang etis, terutama mengingat kondisi rakyat yang masih bergulat dengan berbagai kesulitan ekonomi.
Sebagai wakil rakyat sekaligus pejabat negara, seharusnya setiap gerak-gerik mereka mencerminkan keteladanan, bukan justru memicu kontroversi.
Sebagian masyarakat menilai aksi joget itu menunjukkan jarak yang semakin lebar antara elit politik dengan rakyat.
Pasalnya, sidang tahunan MPR bukanlah acara hiburan, melainkan forum sakral untuk menyampaikan arah kebijakan negara.
Publik menuntut agar para pejabat lebih sensitif terhadap penderitaan masyarakat, bukan justru menampilkan kesan seolah abai.
Dalam etika politik, gestur pejabat negara di ruang sidang mencerminkan wibawa bangsa, sehingga pantas bila aksi tersebut menuai kritik keras.
Kritik publik semakin tajam ketika aksi tersebut dikaitkan dengan isu kenaikan gaji DPR yang sempat viral.
Meski Ketua DPR RI Puan Maharani sudah membantah isu kenaikan hingga Rp90 juta per bulan, publik terlanjur kecewa karena momen joget seakan menegaskan ketidakpekaan pejabat.
Dari sini, muncul pertanyaan besar: apakah para elit benar-benar memahami amanah sebagai wakil rakyat, atau justru larut dalam euforia simbolis yang jauh dari realitas kehidupan masyarakat?
Ketua MPR RI Ahmad Muzani mencoba meredam polemik dengan menyebut aksi berjoget tersebut sebagai hal yang wajar.
Menurutnya, mendengar musik membuat tubuh refleks bergerak mengikuti irama, apalagi jika lagunya bernuansa ceria seperti “Gemu Fa Mi Re”.
“Kalau kita mendengar lagu, kemudian tubuh kita bergoyang atau bergerak, sesuatu yang normal dan biasa saja,” ujar Muzani di Gedung DPR, Jakarta Pusat (19/8/2025).
Ia menegaskan joget itu hanya bagian dari relaksasi dan dilakukan di luar acara formal, sehingga menurutnya tidak ada yang perlu dipersoalkan.
Namun, pernyataan itu tidak serta merta meredakan kritik. Salah satu ulama, Ustadz Adi Hidayat (UAH) angkat suara dan menilai aksi joget para pejabat melanggar norma, hukum, serta etika.
“Mohon maaf dengan kata-kata ini, tapi ketika Anda mengatakan sebagai wakil rakyat, saya wakil rakyat, kami tidak pernah mewakilkan kepada Anda untuk berbuat tindakan-tindakan yang melanggar hukum, norma, dan etika,” tegasnya.
UAH menekankan bahwa posisi sebagai wakil rakyat harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, bukan dijadikan ajang hiburan.
Lebih jauh, UAH mengingatkan agar para elit politik melakukan introspeksi serius. Menurutnya, aksi seperti itu bisa mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga negara.
Ia menegaskan, “Saya berharap ada koreksi internal di dalam. Perenungan mendalam dan saya mohon pada elit-elit bangsa ini bangsa mau dibawa ke mana? Negara mau diarahkan ke mana, ya?”
Kritik ini mencerminkan kegelisahan masyarakat luas terhadap arah kepemimpinan bangsa yang dinilai kerap melupakan esensi pelayanan publik.
Selain itu, UAH juga menyindir sikap pejabat yang kerap meminta bantuan ulama untuk meredakan konflik di masyarakat, tetapi justru sering menciptakan kegaduhan sendiri.
“Anda ketika ada gaduh di masyarakat, Anda meminta ulama tolong teduhkan, tapi ketika kami hadir membantu, Anda berbuat ulah, dan justru masalah itu timbul dari sengketa elit di atas,” katanya.
Ia menutup pernyataannya dengan doa agar bangsa Indonesia selalu mendapat rahmat Allah SWT dan para pemimpin mau berbenah demi rakyat.
Kontroversi ini seakan menjadi cermin tentang bagaimana perilaku simbolis pejabat bisa memengaruhi citra mereka di mata rakyat.
Joget di ruang sidang mungkin dianggap sepele, namun dalam konteks etika politik dan amanah jabatan, setiap tindakan punya konsekuensi.
Kritik dari ulama dan publik diharapkan menjadi momentum evaluasi agar para wakil rakyat kembali fokus pada tugas utama: memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan mempertontonkan euforia yang tidak pada tempatnya. (udn)
Load more