Memangnya Boleh Men-Steril Kucing dalam Islam? Buya Yahya Bilang Kalau Itu Hukumnya...
- iStockPhoto
Jakarta, tvOnenews.com – Bagi pecinta kucing, jumlah hewan peliharaan yang terus bertambah sering kali menjadi tantangan. Kucing dikenal cepat berkembang biak, sehingga tak jarang pemilik kewalahan merawat mereka.
Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait praktik mensteril atau mengebiri kucing agar tidak terus beranak?
Dalam sebuah kajian yang disiarkan melalui kanal YouTube Al-Bahjah TV pada 21 Januari 2021, Buya Yahya menjelaskan bahwa mengebiri hewan pada dasarnya tidak dilarang dalam Islam.
- YouTube Al Bahjah TV
Rasulullah SAW bahkan pernah berkurban dengan kambing besar yang sudah dikebiri. Hal itu, kata Buya Yahya, menunjukkan bahwa kebiri diperbolehkan.
“Mengebiri untuk penggemukan itu berarti untuk maslahat manusia,” ujar Buya Yahya.
Namun, ia menegaskan, bila hewan tersebut bukan untuk dikonsumsi, maka tujuannya harus jelas.
“Adapun jika binatang yang tidak halal dimakan. Pertama, iseng banget. Untuk apa tujuanmu?” tegasnya.
Buya Yahya juga menekankan bahwa naluri seksual manusia tidak bisa disamakan dengan binatang.
“Makanya dzolim jika mengatakan ‘nafsunya seperti binatang’, tidak tepat itu. Manusia lebih serem lagi,” katanya.
- iStockPhoto
Hukum Mensteril Kucing Menurut Ulama
Dalam pandangan sejumlah ulama, mengebiri kucing diperbolehkan selama tidak membahayakan hewan tersebut. Bahkan, ada yang berpendapat tindakan itu dapat membuat hewan lebih sehat.
“Jika binatang yang tidak halal dimakan, ya nggak ada masalah. Dengan catatan tidak membahayakan binatang yang tidak boleh dibunuh. Kalau binatangnya boleh dibunuh ya suka-suka,” jelas Buya Yahya.
Namun, dalam mazhab Syafi’i, kebiri terhadap hewan yang haram dimakan, termasuk kucing, dinilai haram kecuali ada kebutuhan tertentu.
Contohnya, jumlah kucing yang terlalu banyak hingga sulit dirawat, atau sering menimbulkan keributan ketika birahi. Dalam kondisi itu, kebiri dianggap lebih baik daripada membunuh hewan tersebut.
“Jadi intinya boleh, baik binatang yang halal dimakan dan tidak halal dimakan, itu diperkenankan. Hanya dalam mazhab Syafi'i, ada sedikit aturan yaitu harus ada hajat yang jelas. Kalaupun tidak, ikut mazhab lain,” terang Buya Yahya.
Load more