Kotoran Cicak Jatuh ke Badan Najis atau Tidak? Ini Penjelasan Buya Yahya
- dok.ilustrasi shutterstock
Jakarta, tvOnenews.com – Pertanyaan tentang najis atau tidaknya kotoran cicak sering muncul dalam keseharian umat Muslim. Ini wajar mengingat cicak adalah hewan liar yang sangat umum ditemukan, termasuk di rumah, mushola, atau bahkan masjid.
Dalam konteks ibadah, terutama salat, kebersihan tempat dan pakaian menjadi sangat penting. Karena itu, keberadaan kotoran cicak menimbulkan kekhawatiran, Apakah ibadah tetap sah jika ada kotoran cicak di sajadah, karpet, atau pakaian salat?
Untuk menjawab hal ini, Buya Yahya pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah, memberikan penjelasan bijak yang mempertimbangkan kondisi pribadi tiap Muslim, termasuk mereka yang rentan terhadap was-was (keraguan berlebihan).
- YouTube
Menurut Buya Yahya, hukum kotoran cicak bisa berbeda tergantung kondisi batin seseorang. Jika seseorang dikenal was-was atau mudah merasa ragu akan kesucian, maka lebih baik mengikuti mazhab yang memberikan keringanan.
“Kalau Anda termasuk orang yang was-was, maka ikutlah mazhab yang meringankan demi menjaga kesehatan hati Anda. Jangan sampai niat menjaga kesucian malah melukai perasaan orang lain,” tegas Buya Yahya dikutip dari kanal YouTube Buyayahyaofficial, Sabtu (12/7/2025).
Dalam dunia fikih Islam, ulama berbeda pendapat soal najis tidaknya kotoran cicak. Perbedaan ini merujuk pada kriteria hewan yang memiliki darah mengalir atau tidak.
Mazhab Hanbali (Ibnu Qudamah dalam al-Mughni) menyatakan bahwa hewan yang tidak memiliki darah mengalir seperti serangga, termasuk cicak, tidak dianggap najis, baik bangkainya maupun kotorannya.
Mazhab Syafi’i melalui ulama seperti ar-Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj menyebut bahwa bangkai binatang yang tidak punya darah mengalir dikecualikan dari najis, sehingga cicak pun tidak najis menurut sebagian pandangan.
Namun, ada pula ulama yang menilai bahwa karena cicak memiliki darah merah dan bukan hewan yang halal dimakan, maka kotorannya dihukumi najis.
Najis Ma’fu: Dimaafkan Bila Sulit Dihindari
Banyak pula ulama menyatakan bahwa najis ringan yang sulit dihindari seperti kotoran cicak di tempat terbuka, termasuk mushola dan rumah, termasuk najis ma’fu (najis yang dimaafkan).
Artinya, selama tidak disengaja dan jumlahnya sangat kecil atau tidak tampak jelas, ibadah tetap sah dan tidak perlu diulang.
Buya Yahya menekankan bahwa menjaga kebersihan adalah bagian dari agama, tetapi tidak boleh sampai menimbulkan tekanan batin atau merusak ketenangan hati.
“Kalau tempat salat Anda terlihat kotor karena debu atau kotoran cicak, ya dibersihkan saja. Itu lebih baik. Tapi jangan sampai jadi was-was,” ujarnya.
Beliau mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang dibangun di atas kemudahan, bukan kesulitan. Berlebihan dalam menyikapi hal-hal kecil, apalagi yang sulit dihindari, justru bisa mengganggu khusyuk dalam ibadah.
Dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW menyebut cicak sebagai hewan fasik dan memerintahkan untuk membunuhnya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa membunuh cicak dengan sekali pukulan, maka baginya seratus kebaikan.” (HR. Muslim)
Ini menunjukkan bahwa cicak dianggap sebagai hewan yang mengganggu, meskipun tidak otomatis berarti bahwa seluruh bagian tubuh atau kotorannya dihukumi najis secara mutlak oleh semua mazhab.
“Inti dari semua itu,” kata Buya Yahya, “adalah niat menjaga kesucian sambil tetap memperhatikan kelapangan hati dan akal sehat.”
Islam menganjurkan kebersihan, tapi juga melarang sikap ekstrem, terutama dalam perkara furu’ (cabang) yang bisa menimbulkan beban mental dan ketegangan sosial.
Load more