Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal Bisa Jadi Ladang Pahala? Ustaz Adi Hidayat Bilang…
- YouTube
tvOnenews.com - Menjelang Hari Raya Idul Adha, umat Islam di berbagai penjuru dunia mempersiapkan diri untuk melaksanakan ibadah kurban.
Ibadah ini merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah SWT dengan menyembelih hewan ternak seperti sapi, kambing, kerbau, atau domba, sebagai simbol pengorbanan dan ketaatan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Dalam hukum Islam, kurban digolongkan sebagai sunnah muakkad yaitu sunnah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat tertentu, seperti beragama Islam, merdeka, baligh, berakal, dan mampu secara finansial.
Dalam konteks keluarga, hukum berkurban juga dapat dikategorikan sebagai sunnah kifayah.
Artinya jika salah satu anggota keluarga telah melaksanakan kurban, maka gugurlah kewajiban tersebut dari anggota keluarga lainnya.
Namun demikian, tidak ada larangan bagi anggota keluarga lain untuk tetap ikut berkurban, bahkan jika ingin melakukannya setiap tahun pun diperbolehkan.
Di tengah semangat berkurban ini, sering muncul pertanyaan yang cukup umum, bolehkah berkurban atas nama orang yang telah meninggal dunia?
Banyak umat Islam ingin mempersembahkan ibadah kurban sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua atau kerabat mereka yang sudah wafat.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Ustaz Adi Hidayat memberikan penjelasan dalam salah satu ceramahnya yang kini banyak dikutip.
Menurut Ustaz Adi Hidayat, berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia sangat diperbolehkan dalam Islam.
Ia menyebut tidak ada larangan dalam syariat mengenai niat kurban yang ditujukan kepada orang yang sudah wafat.
"Sangat dibolehkan ya, jadi anda membeli satu hewan kurban kemudian diniatkan untuk yang telah wafat boleh-boleh saja,” ujar Ustaz Adi Hidayat.
UAH juga menambahkan bahwa Rasulullah SAW sendiri pernah melakukan hal serupa.
Dalam salah satu hadis, Nabi Muhammad SAW menyampaikan kurbannya kepada Allah SWT seraya menyebutkan bahwa kurban tersebut diperuntukkan bagi keluarga besar Muhammad dan juga umat Muhammad.
Menurut Ustaz Adi, hal itu menjadi dalil kuat bahwa menyertakan niat untuk orang yang telah meninggal bukanlah suatu hal yang dilarang, bahkan memiliki dasar dari praktik Rasulullah SAW.
Dalam penjelasannya, Ustaz Adi juga menyebut bahwa tidak semua anggota keluarga Rasulullah SAW masih hidup saat beliau melaksanakan kurban.
Beberapa anak beliau telah wafat lebih dulu, seperti Qasim, Abdullah, dan Ibrahim.
Bahkan istri beliau, Siti Khadijah, pun telah mendahului.
Namun semua itu tidak menghalangi Rasulullah untuk menyebut keluarga besarnya dalam niat kurban.
"Di keluarga besar beliau saja saat berkurban kan tidak semuanya masih hidup, ada di antara putra beliau yang wafat, anak laki-lakinya kan wafat keseluruhan,” jelas UAH.
Bukan hanya untuk orang yang telah meninggal, Ustaz Adi juga menjelaskan bahwa Nabi SAW menyebut umatnya secara umum dalam doa kurban.
Itu berarti umat Islam yang hidup pada masa Nabi, yang telah wafat, bahkan umat Islam yang belum lahir termasuk kita yang hidup saat ini sudah disebutkan dalam doa kurban tersebut.
“Saya, anda, kita aja kan belum lahir pada masa lalu, tapi Nabi mengatakan umat Muhammad,” terang Ustaz Adi.
Menurut UAH, kurban dari Rasulullah SAW pada waktu itu mencakup juga umat Islam yang belum mampu, sehingga mereka yang belum berkesempatan berkurban tetap mendapatkan pahala karena telah diwakilkan oleh Nabi.
Karenanya, bagi umat Islam yang ingin menghadiahkan pahala kurban kepada orang tua, kerabat, atau siapa pun yang telah meninggal dunia, maka niat seperti itu adalah sah dan bernilai ibadah.
“Saya cenderung pada pendapat kalangan ulama yang mengatakan boleh berkurban atas nama orang yang telah wafat,” tegas Ustaz Adi Hidayat.
Ia juga menambahkan bahwa jika dilakukan dengan niat tulus, maka pahala kurban tersebut Insya Allah akan sampai kepada yang telah wafat dan menjadi cahaya di alam kuburnya. (adk)
Load more