Doa Qunut saat Shalat Subuh Sebenarnya Wajib atau Sunnah? Ini Penjelasan dari Perbandingan Mazhab Ulama
- Freepik
tvOnenews.com - Doa qunut dalam pelaksanaann shalat Subuh sampai saat ini masih menjadi amalan yang cukup familiar di tengah kalangan umat Islam di Indonesia.
Banyak masjid selalu mengeluarkan suara kencang terutama yang menjunjung tinggi Mazhab Syafi’i, sehingga para imam menggetarkan doa qunut secara rutin setiap shalat Subuh.
Namun, tak jarang pula menjumpai imam tidak membaca doa qunut saat shalat Subuh berjamaah di masjid.
Dalam kasus ini, secara otomatis menimbulkan pertanyaan di tengah masyarakat, apakah doa qunut dalam shalat Subuh itu hukumnya sunnah atau wajib?
Mengenali Doa Qunut
- iStockPhoto
Secara bahasa, doa qunut memiliki asal-usul dari kata qanata yang berarti "taat" atau "berdiri lama dalam doa".
Dilansir dari kitab Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab karya Imam An-nawawi, dalam istilah fiqih, qunut merujuk pada doa yang dibaca saat berdiri di rakaat terakhir shalat, tepatnya setelah bangkit dari ruku'.
Dikutip dari buku Irwa’ al-Ghalil karya Syaikh Al-Albani, redaksi hadis riwayat dari Anas bin Malik RA menunjukkan dasar pembacaan doa qunut Subuh, begini bunyinya:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Artinya: "Rasulullah SAW senantiasa membaca qunut Subuh hingga beliau wafat." (HR. Ahmad).
Namun, sebagian ulama menilai hadis ini statusnya lemah atau mursal, sehingga tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar kewajiban.
Pendapat Ulama tentang Hukum Doa Qunut saat Shalat Subuh
Merujuk dari kitab Raudhah al-Talibin, Juz 1 karya Imam an-Nawawi & Buku Radd al-Muhtar oleh Ibnu Abidin, dua ulama menerangkan hukum doa qunut Subuh, yakni Imam Syafi'i, Hanafi, Maliki & Hanbali.
1. Mazhab Syafi’i
Mazhab Imam Syafi'i menyatakan bahwa, hukum doa qunut dalam pelaksanaan shalat Subuh adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan.
Imam Syafi'i memiliki alasan utama mengapa hukum qunut Subuh sunnah muakkad karena terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah melakukan qunut secara rutin, ditambah praktik para sahabat.
2. Mazhab Hanafi
Dalam pandangan Hanafi, qunut tidak dilakukan di Subuh, melainkan di shalat Witir, terutama pada malam Ramadan. Hadis yang menjadi dasar oleh Syafi’i dianggap tidak cukup kuat oleh ulama Hanafi.
3. Mazhab Maliki dan Hanbali
Kedua mazhab ini sepakat bahwa qunut Subuh bukan amalan rutin, melainkan dilakukan saat terjadi bencana atau musibah besar (qunut nazilah).
Oleh karena itu, jika mengamalkan doa qunut Subuh setiap hari, maka disebut tidak sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW secara umum.
Praktik Doa Qunut di Tengah Masyarakat antara Sunnah dan Wajib
Perbedaan dalam praktik doa qunut saat pelaksanaan shalat Subuh sudah tidak asing di tengah kalangan masyarakat Indonesia. Terlebih jika di satu lingkungan, bisa membuat satu masjid membacanya dan yang lain tidak.
Dalam situasi seperti ini, toleransi dan pemahaman terhadap perbedaan mazhab sangat penting. Selama praktik itu memiliki dasar ilmiah (dalil dan pendapat ulama), maka tidak boleh saling menyalahkan.
Jika mengambil contohnya, misalnya kita mengerjakan shalat di belakang imam yang tidak membaca qunut, maka tetap mengikuti imam.
Ada pun sebaliknya, jika imam membaca doa qunut, kita bisa mengaminkan atau diam dengan tenang.
Maka dari itu, doa qunut Subuh bukanlah kewajiban, melainkan sunnah menurut sebagian besar ulama, terutama dalam Mazhab Imam Syafi’i.
Perbedaan pendapat dalam hal ini sudah ada sejak masa salaf (ulama zaman dahulu). Oleh karena itu, mengikuti salah satu pendapat ulama yang kredibel adalah hal yang dibenarkan dalam Islam.
Jika shalat berjamaah, hendaknya kita mengikuti imam sebagai bentuk adab dan ketertiban dalam ibadah.
Paling terpenting, kita berusaha memahami dasar-dasar agama, sehingga ibadah tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga mencerminkan ilmu dan keyakinan.
(hap)
Load more