Viral! Jokowi Berdoa di Depan Peti Mati Paus Fransiskus, Ini Pandangan Islam Menurut Ketua PWNU Jatim
- Tangkapan Layar/Instagram Jokowi
tvOnenews.com - Momen saat Jokowi dan utusan Presiden Prabowo melayat Paus Fransiskus di Vatikan viral dan mengundang banyak komentar.
Sebagaimana diketahui, Menteri HAM Natalius Pigai, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, dan Ignasius Djonan melayat Paus Fransiskus. Dalam video yang beredar Jokowi berdoa di depan peti mati Paus Fransiskus.
Terlihat Jokowi dan rombongan mengenakan setelan jas dan peci hitam. Jokowi kemudian menatap ke depan, berdiri di antara Thomas dan Pigai. Ignasius Jonan selaku Ketua Panitia Penyambutan Paus Fransiskus di Indonesia mengenakan kaca mata hitam. Jokowi pun disambut Uskup saat akan menuju peti mati Paus Fransiskus.
"Saya bersama Wakil Menteri Keuangan, Bapak Thomas Djiwandono, ketua panitia penyambutan saat kunjungan Paus Fransiskus di Jakarta pada September silam, Bapak Ignasius Jonan, serta Menteri Hak Asasi Manusia, Bapak Natalius Pigai, memenuhi perintah Presiden Prabowo untuk menghadiri pemakaman Yang Ter-Amat Suci Paus Fransiskus di Vatikan, memberikan penghormatan terakhir kepada pemimpin besar umat Katolik. Semoga beliau diberikan kedamaian abadi," katanya, Minggu (27/4/2025).
Upacara pemakaman Paus Fransiskus yang berlangsung di Kota Vatikan telah dimulai ketika peti jenazah sang Pemimpin Katolik sedunia itu dibawa ke Alun-Alun Santo Petrus pada hari Sabtu.
Menurut otoritas Kepolisian Roma, lebih dari 160 delegasi dari berbagai negara dan organisasi internasional telah tiba untuk menghadiri pemakaman. Mendiang Fransiskus akan dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore di Kota Roma.
Fransiskus, yang merupakan Paus Amerika Latin pertama, berpulang pada tanggal 21 April di kediamannya, Vatikan, pada usia 88 tahun.
Momen ketika Jokowi menengadah berdoa layaknya umat Islam ini kemudian viral dan banyak dikomentari oleh Netizen.
Lalu sebenarnya bagaimana dalam pandangan Islam? Salah satu yang memberikan pandangan adalah Ketua Aswaja NU Center (Asnuter) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH Ma'ruf Khozin.
Dalam unggahan yang dipantau oleh tim tvOnenews.com di media sosial miliknya, ia menilai melayat ke Non Muslim berada di antara ranah sosial dan ibadah. Ia juga mengingatkan bahwa sebaiknya seluruh pihak jangan langsung memvonis haram secara keseluruhan.
“Dari gambar ini saya tidak bisa langsung memvonis haram secara keseluruhan atau boleh kesemuanya,” ungkap KH Ma’ruf Khoizin.
Hal ini menurutnya sama halnya ketika seorang dokter memutuskan jenis penyakit, maka tentu dalam kondisi itu diperlukan diagnosis.
“Kalau dihukumi langsung haram saya tidak tahu siapa yang beliau doakan, boleh jadi mendoakan agar pengganti Paus adalah sosok yang melanjutkan perdamaian, atau mendoakan hal-hal yang tidak terlarang dalam Islam,” tandasnya,
Namun ia mengingatkan bahwa apa yang sedang disorot ini tentu tidak lepas antara ranah ibadah dan sosial. Maka ia merasa perlu menjelaskan mana sisi sosial yang diperselisihkan di antara ulama dan ranah ibadah yang disepakati keharamannya.
“Sebab saya 20 tahun lebih tinggal di kota. Saya menyaksikan sendiri bagaimana dalam satu keluarga ada yang Muslim dan Non-muslim. Di tempat kerja juga tidak ada halangan atasan dan bawahan yang tersekat karena agama,” tuturnya.
“Demikian pula bertetangga di perumahan, persahabatan dan sebagainya. Maka dalam hal sosial saya cenderung mengikuti ulama yang membolehkan,” lanjut KH Ma’ruf Khoizin.
Menurutnya, jika sekedar takziah dirinya memilih ikut pendapat ulama yang menghukumi sebagai ranah sosial.
Ia lalu menukil salah satu penjelasan ulama Hanafiyah:
ﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺃﺧﺒﺮﻧﺎ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ، ﻋﻦ ﺣﻤﺎﺩ، ﻋﻦ ﺇﺑﺮاﻫﻴﻢ، ﺃﻥ اﻟﺤﺎﺭﺙ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺭﺑﻴﻌﺔ ﻣﺎﺗﺖ ﺃﻣﻪ اﻟﻨﺼﺮاﻧﻴﺔ، ﻓﺘﺒﻊ ﺟﻨﺎﺯﺗﻬﺎ ﻓﻲ ﺭﻫﻂ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ: ﻻ ﻧﺮﻯ ﺑﺎﺗﺒﺎﻋﻬﺎ ﺑﺄﺳﺎ، ﺇﻻ ﺃﻧﻪ ﻳﺘﻨﺤﻰ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﻋﻦ اﻟﺠﻨﺎﺯﺓ، ﻭﻫﻮ ﻗﻮﻝ ﺃﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ
Ibu dari Haris bin Rabiah meninggal, ia wanita Nasrani. Ia mengikuti jenazah ibunya bersama rombongan para Sahabat Nabi Shalallahu alaihi wasallam. Muhammad Syaibani (murid Imam Hanafi) berkata: Kami tidak mempermasalahkan untuk ikut bersama jenazah Nasrani. Hanya saja ia berada di pinggir. Ini adalah pendapat Abu Hanifah (Al-Atsar, 179)
Sementara hal yang terlarang dalam Islam adalah yang berkaitan menyalatkan dan mendoakan ampunan bagi Non Muslim. Hal ini berdasarkan Nash Qur'an:
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ
"Dan janganlah kamu sekali-kali menyalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya." (QS. Tawbah: 84)
Maka menurutnya, selama tidak mendoakan ampunan, seperti mendoakan sabar untuk keluarga maka hal itu boleh-boleh saja.
“yang tidak ada kaitan dengan Rahmat dan akhirat maka boleh-boleh saja,” jelasnya.
“Sementara persoalan mendoakan di alam akhirat atas keyakinan mereka tentu cukup didoakan oleh tokoh agama masing-masing. Prinsip di bagian doa ampunan dan ibadah adalah "Lakum dinukum wa liya Din",” lanjutnya.
Sementara untuk non muslim yang sudah meninggal ia mengaku menyebut dengan kata "Mendiang", bukan almarhum atau almarhumah.
“Sebab memiliki arti yang mendapat Rahmat, yang menurut saya sudah ranah doa ibadah. Untuk Rest in peace saya belum sepenuhnya mengamalkan ungkapan ini. ” tandasnya.
KH Ma’ruf Khoizin lalu menjelaskan bahwa jika ada teman non muslim yang meninggal, ia menyarankan cukup ucapkan belasungkawa.
“Ketika ada teman saya yang non muslim atau keluarganya yang meninggal saya cukup mengucapkan turut berbelasungkawa atau berduka untuk keluarga yang masih hidup,” ujarnya.
Ia lalu menilai, jika Jokowi hanya berdiri tentu tidak akan disorot, namun menurutnya itulah karakter Jokowi yang selalu meninggalkan jejak yang kerap menjadikannya sorotan.
“Andaikan beliau sekedar maju berdiri di dekat peti dan tidak mengangkat tangan maka tidak akan ada perdebatan di medsos. Tapi bukan tipikal Pak Jokowi bila tidak meninggalkan jejak pro-kontra.” tutupnya. (put)
Load more