Menukar Uang Lama dengan Uang Baru untuk Cari Untung Jelang Lebaran, Bagaimana Hukumnya? Buya Yahya Ingatkan Hati-hati
- Tangkapan layar YouTube Al-Bahjah TV
tvOnenews.com - Penukaran uang lama dengan uang baru menjelang Lebaran merupakan tradisi yang melekat di tengah kalangan masyarakat Indonesia.
Biasanya ketika mendekati Lebaran, banyak orang sibuk menukar uang lama agar kembali mendapatkan yang baru. Tujuannya untuk menyenangi anak-anak atau sanak saudara mereka.
Ada kebahagiaan terpancar di dalam keluarga saat seseorang memberikan lembar uang baru ketimbang uang lama yang kondisinya sudah kusam.
Namun, penukaran uang lama menjadi uang baru kerap kali sebagai momentum terbaik untuk orang yang meraup keuntungan besar melalui cara bisnis tersebut.
Persoalan hukum dalam agama Islam, apakah boleh menukar uang lama ke uang baru hanya demi mencari keuntungan saat Lebaran? Buya Yahya menjawab hal ini secara gamblang.
Hukum Menukar Uang Lama dengan Uang Baru Menjelang Lebaran
- iStockPhoto
Â
Dilansir tvOnenews.com dari channel YouTube Al-Bahjah TV, Minggu (30/3/2025), Buya Yahya mulanya memperoleh pertanyaan dari jemaahnya terkait banyak yang sibuk menukar uang baru.
"Izin bertanya Buya, menjelang Lebaran marak aktivitas penukaran uang baru yang dilakukan oleh orang ingin mengambil peluang untuk mencari keuntungan," ujar seorang jemaah kepada Buya Yahya.
Jemaah tersebut menanyakan ketika seseorang menukar uang baru, kebanyakan tidak memperoleh dengan jumlah uang yang sama. Sebab, penyedia menggunakan bisnis berdalih "jasa".
"Besarannya sduah ditentukan oleh pemilik uang baru sebelumnya, apakah termasuk riba?," tanya jemaah Buya Yahya itu.
Terkait hal ini, Buya Yahya menyoroti ada kesepakatan antara kedua belah pihak, misalnya penyedia jasa menjanjikan uang baru tidak sesuai dengan nominal sebelumnya.
"Jika di dalam serah terimanya adalah memberikan uang lama satu juta, kemudian diberikan uang baru Rp900.000, maka ini ada riba karena ada selisih Rp100 ribu," jelas Buya Yahya.
Menurut Buya Yahya, nilai nominal yang tidak sesuai dengan jumlah uang lama sebelumnya mengandung riba. Istilahnya adalah transaksi yang menggunakan sistem bunga.
"Riba, tukar uang baru dengan uang lama dengan selisih nilainya adalah riba. Kalau sudah riba ya sudah riba, berdosa di hadapan Allah," terangnya.
Pengasuh LPD Al Bahjah itu memahami penyedia jasa uang baru berkesempatan mencari keuntungan merupakan bagian pekerjaannya untuk mencari rezeki.
Cara bekerja tersebut dianggap keliru karena bisa mengandung riba. Buya Yahya menyarankan, jika uang lama berjumlah Rp1 juta, maka bisa ditukar dengan uang baru dengan nominal yang sama.
Buya Yahya berspekulasi, cara berbisnis tersebut tidak akan mengandung riba, karena memberikan nominal yang jumlahnya sama dengan uang lama.
Namun begitu, jika ada kesepakatan mengurangi nominal uang lama yang sebelumnya sudah masuk riba.
Buya Yahya mencontohkan, ketika uang baru diberikan dengan nominal yang sama, kemudian penyedia jasa mendapat uang lebihan dari pemberinya, maka hal itu tidak menjadi masalah.
"Ia berikan uang utuh, Rp1 juta ditukar Rp1 juta selesai. Pak saya kan jasa setelah serah-terima baru ada transaksi lain, memang karena dia mencari harus ada akad uang jasa," bebernya.
"Ini uang Rp1 juta tolong tukar dengan satu juta, baru nanti kita memberikan lebih itu adalah uang jasa sesungguhnya. Tapi, kalau penukaran langsung dikurangi, maka itu masuk wilayah riba," sambung dia.
Pendakwah karismatik itu menyayangkan, masih banyak orang yang berniat baik namun dengan embel-embel berjasa, maka sudah terjerat dalam kemaksiatan.
"Mereka tanpa sadar. Maksudnya, dia mau dengan uang baru menghasilkan hadiah dikasih ke orang lain misalnya anak kecil biar senang, tetapi caranya dengan riba dan berdosa," ucapnya.
Buya Yahya mengingatkan, niat baik tersebut sangat sulit mendapat pahala. Terlebih lagi, cara seperti ini hanya memberikan dosa besar, hanya perkara ada riba di dalamnya.
(hap)
Load more