Kisah Perjalanan Mualaf Dewi Sandra, dari sang Ayah Sempat Ateis dan Mau Bunuh Diri hingga Terketuk Masuk Agama Islam
- Instagram/@dewisandra
"Gue bertanya ke pendeta, gue bertanya ke ustaz, gue pernah masuk ke dalam gereja, gue juga pernah berlama-lamaan di atas sajadah gue, sampai akhirnya gue ngerasa rapuh," jelas Dewi dinukil dari kanal YouTube Daniel Mananta, Sabtu.
Namun, ia tidak berkeinginan keterpurukan itu terus berlarut-larut. Pada suatu waktu mulai menyadari, setiap manusia tidak sempurna dan pasti memiliki kesalahan dalam hidupnya.
Kondisi terpuruk ini menjadi pemicu Dewi Sandra mencari keberadaan Tuhan. Ia selalu menerima apa pun yang terjadi, terutama ketika tidak bisa dilakukan dirinya sendiri.
Wanita usia 44 tahun itu mulai benar-benar berbenah. Bahkan terus berupaya untuk selalu beribadah, salah satu cara terbesar mengendalikan dirinya.
"Akhirnya gue fokus di saat itu, mulai melupakan hal-hal yang enggak bisa gue kuasai. Dan gue fokus ke hal-hal yang bisa gue kuasai, yang pertama ibadah," terang dia.
Kepribadiannya menerima segala sesuatu di saat hatinya mulai menemukan jawaban dan hidayahnya. Apalagi bersikeras bagaimana caranya bisa terus dekat kepada Allah SWT.
Pada 2000 silam, Dewi resmi memeluk agama Islam yang sebelumnya berpegang pada agama Kristen. Perjalanannya ini tentu berliku-liku, khususnya dari kondisi orang tua dan percintaan.
Menurut Dewi, telah memperoleh makna hidup yang mendalam sejak berstatus mualaf. Berbagai pertanyaan misteriusnya dari semasa kecil mampu dijawab melalui peran agama.
"Buat saya Muslim adalah satu-satunya yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis sedari kecil. Pertanyaan itu masih ada dari kecil," ngakunya.
Ia menyoroti soal kematian. Setiap manusia bahkan seluruh makhluk hidup mengalami hal tersebut. Tugasnya hanya bagaimana cara mempersiapkan untuk menghadapi akhirat kelak.
Dewi Sandra telah menyadari bahkan sepakat bahwa, kematian menjadi titik tertinggi berakhirnya kehidupan di dunia. Sebab, kehidupan manusia sesungguhnya berada di akhirat nanti.
Ia merasa terenyuh dan tertantang bahwa tanggung jawab, hal terpenting untuk menjalankan tugasnya sebagai penganut agama Islam.
"Bahwa ini adalah sesuatu yang aku berani mempertanggungjawabkan. Peristiwa terpenting dalam hidup kita adalah kematian. Momen tertinggi seorang manusia itu dalam kehidupannya adalah hari kematian," terangnya menjelaskan secara detail.
Load more