Jakarta, tvOnenews.com--Nama artis Yuni Shara sempat jadi sorotan karena mengaku tetap bisa merasa puas dengan alat bantu, seperti boneka dan semacamnya.
Hal ini mungkin masih tabu, kalau dikaitkan dengan hukum Islam. Yuni Shara menjelaskan dirinya menggunakan untuk memuaskan hasratnya karena belum menikah.
Penjelasan tersebut, Yuni Shara sampaikan saat diundang podcast Deddy Corbuzier, dikutip Rabu (21/8/2024). Dalam podcast "Close The Door" bersama Deddy Corbuzier pada tahun 2019.
“Dari aku nikah pertama, itu aku udah di-KDRT setiap hari. Waktu itu aku masih muda dan sangat membekas. Jadi aku nggak terlalu kepengen (berhubungan seks) waktu itu," katanya dengan jujur.
"Kehidupan seksualku tidak teratur, karena aku memilih untuk memuaskannya sendiri menggunakan alat bantu seks,” ungkap Yuni Shara.
"Kalau masalah hubungan seks, aku bisa lakukan itu sendiri. Nggak ngerepotin, aku santai aja meski nggak ada cowok," tambahnya.
"Dulu mau orgasme susahnya setengah mati. Selama aku menikah lagi, aku melayani iya. Nah justru di umur sudah tua aku saat itu pergi ke sex shop, kemudian justru aku malah bisa orgasme (pakai alat),” ujar Yuni Shara.
Lantas, bagaimana pandangan Islam soal alat bantu seksual?
Buya Yahya menjelaskan kalau alat seksual atau toys sex hanya sebagai alat bantu.
Dalam kaitannya dengan hubungan suami dan istri hakekatnya disampaikan Buya hanya sesaat.
Mengutip ceramah Buya Yahya dalam YouTubenya, Microstrategy, Kamis (22/8/2024). Alat bantu seksual ini, jadi berbahaya kata Buya setelah penggunaannya.
"Itu kan namanya alat-alat buatan. Jadi jangan lakukan itu, karena pada hakekatnya itu hanya menjadi (pemuas sementara)..karena yang khawatirnya itu setelah itu," kata Buya Yahya.
"Bahaya jika saat suami tidak ada, dia melanjutkan dengan itu. Karena dia merasa (puas) dengan itu," tambahnya.
Sehubungan dengan ini, Buya Yahya mengatakan kalau sudah punya pasangan sudah seharusnya bisa dibicarakan.
Baik maupun Istri atau Suami, bisa saling memberitahu. Apa yang menjadi kepuasan masing-masing.
Sehingga penggunaan alat bantu bisa jadi haram karena dinilai lebih memilih sendiri, daripada sama pasangan.
"Sebab untuk membangkitkan perempuan dalam bukan hanya untuk bagian di situ kan, juga harus ada kalimat yang indah dan lainnya. Karena jangan gunakan itu karena lebih bahaya lagi setelah itu tidak suami (berkelanjutan)," tegas Buya Yahya.
"Bahkan naudzubillah sekarang sudah ada boneka seks dan sebagainya. Kalau di negeri yang tidak beriman, ya suaminya akan membelanjakan itu ke istri atau untuknya daripada sama istrinya, seharusnya berusaha dengan apa yang dia miliki," penjelasan Buya Yahya.
"Naudzubillah karena apabila dia menggunakan tangannya sendiri untuk mendapatkan kepuasan itu haram. Seharusnya harus bisa menjauhi keharaman bisa dikomunikasikan dengan pasangan, apa yang membuat dia bergairah atau bangkit dan itu bisa dibicarakan dengan baik oleh pasangan," Pesan Pendakwah Indonesia itu.
Sebagai tambahan informasi, melansir NU Online, kalau penggunaan alat bantu seks ini merupakan bagian dari praktik istimna', merujuk pada tindakan melakukan masturbasi atau merangsang diri sendiri menggunakan benda.
Dalam kitab I'anah Thalibin, Jilid III, halaman 388 dijelaskan bahwa melakukan masturbasi/onani (istimna) dengan tangan sendiri atau dengan bantuan benda lain di luar pasangan halalnya (istri) adalah haram.
Larangan tersebut tetap berlaku tanpa memandang situasi atau kondisi lainnya.
وقوله لا بيده: أي لا يجوز الاستمناء بيده، أي ولا بيد غيره غير حليلته، ففي بعض الأحاديث لعن الله من نكح يده. وإن الله أهلك أمة كانوا يعبثون بفروجهم وقوله وإن خاف الزنا: غاية لقوله لا بيده، أي لا يجوز بيده وإن خاف الزنا
Artinya: "Dan perkataannya "tidak dengan tangannya": artinya tidak boleh melakukan masturbasi dengan tangannya, dan tidak boleh dengan tangan orang lain selain istrinya. Karena dalam beberapa hadits, Allah melaknat orang yang menggauli tangannya. Dan perkataannya "dan jika dia takut zina": adalah batasan untuk perkataannya "tidak dengan tangannya", artinya tidak boleh dengan tangannya meskipun dia takut zina." [Abu Bakar Syatha' ad-Dimyathi, I'anah Thalibin, Jilid II, [Beirut; Dar Fikr, 1997] halaman 388]. (Klw)
Waallahualam
Load more