tvOnenews.com - Menteri Olahraga Prancis Amelie Oudea-Castera menggegerkan dunia sejak melarang atlet perempuan menggunakan jilbab saat berlaga di Olimpiade Paris 2024.
Dikutip tvOnenews.com dari Reuters, Amelie menyampaikan bahwasanya jilbab dilarang untuk dipakai saat Olimpiade Paris 2024 mendukung prinsip sekularisme di Prancis, khususnya pada bidang olahraga.
"Kami setuju dengan keputusan sistem peradilan baru-baru ini yang juga dinyatakan dengan jelas oleh Perdana Menteri, yang mendukung sekularisme ketat dalam olahraga," ungkap Amelie dalam keterangannya dikutip tvOnenews.com, Sabtu (20/7/2024).
Menurutnya, jilbab yang dipakai sebagai bentuk menyampaikan pesan yang mengandung unsur dakwah dilakukan oleh atlet negaranya.
Ilustrasi Wilda Nurfadhilah menjadi atlet voli mengenakan jilbab. (Instagram)
"Ini berarti pelarangan segala bentuk prosetilisme (dakwah), netralitas mutlak dalam sektor publik," tuturnya.
"Ini berarti bahwa anggota delegasi kami, dalam tim olahraga kami, tidak akan mengenakan jilbab," sambungnya.
Larangan atlet perempuan Prancis yang beragama Islam mengenakan jilbab selama bertanding di Olimpiade Paris 2024 diungkapkan Amelie saat muncul di France 3 TV dalam acara Sunday In Politics.
Sebaliknya, Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee) menegaskan para atlet perempuan beragama Islam boleh menggunakan jilbab saat di wisma atlet Olimpiade Paris 2024.
Kepada Reuters, juru bicara IOC menjelaskan mengenai larangan jilbab dan pakaian agama atau budaya tidak berlaku di Olimpiade Paris 2024.
"Untuk wisma atlet, aturan IOC berlaku. Tidak ada batasan dalam mengenakan jilbab atau pakaian keagamaan atau budaya lainnya," ucap juru bicara IOC.
Juru bicara Amnesty International, Anna Blus berharap Presiden International Olympic Committee (IOC), Thomas Bach mengkaji ulang perihal larangan tersebut.
Anna Blus menyampaikan permintaannya melalui surat terbuka sebagai bentuk kepedulian dari pihak Amnesty International mewujudkan "Olimpiade Kesetaraan Gender".
"Larangan atlet Prancis berkompetisi dengan hijab olahraga dalam Olimpiade dan Paralimpiade merupakan sebuah ejekan atas klaim bahwa Paris 2024 adalah Olimpiade Kesetaraan Gender," ujar Anna Blus dikutip, Sabtu (20/7/2024).
Juru bicara Amnesty International itu menyatakan pembatalan pernyataan larangan atlet tuan rumah pakai jilbab agar tidak terjadi adanya diskriminasi gender pada Olimpiade Prancis 2024.
"Justru ini menjadi yang pertama dan memperlihatkan diskriminasi gender rasis yang mendasari akses untuk berolahraga di Prancis," terang Blus.
Menurut Blus, larangan ini juga bentuk adanya pembatasan kebebasan terhadap yang dilakukan oleh para atlet perempuan.
Ia berpendapat pilihan mereka ketika bertanding menunjukkan tetap menjaga kebebasan pada olimpiade bergengsi di Paris.
"Selain itu, tidak ada perempuan yang boleh dipaksa untuk memilih antara olahraga yang dia sukai atau keyakinan, identitas budaya, atau kepercayaannya," tandasnya.
Meski demikian, banyak yang menyoroti perihal larangan ini mengacu kepada semboyan Revolusi Prancis.
Semboyan tersebut berbunyi "Liberte, Egalite, Fraternite" mempunyai arti kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan.
Semboyan ini tidak berlaku saat muncul pertama kali ketika terjadinya Revolusi Perancis.
Tak hanya itu, semboyan ini tidak pernah mendapat pengakuan secara resmi sampai abad ke-19.
Kemudian, semboyan tersebut melalui penyusunan Konstitusi 1848 dijadikan sebagai moto nasional ketika adanya Republik Ketiga.
Setelah itu semboyan "Liberte, Egalite, Fraternite" menjadi warisan nasional Prancis ketika sejak muncul di Konstitusi 1946 dan 1958.
(hap)
Load more