Setelah Membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim Memanggil Umat Islam untuk Haji, Tafsir Surat Al Hajj Ayat 24
- Tovic/Media Center Haji 2024
Dengan cara yang demikian diperlukan perbelanjaan yang banyak, menempuh perjalanan yang sukar serta menambah syi’ar ibadah haji, terutama di waktu melalui negara-negara yang ditempuh selama dalam perjalanan. Sebagian ulama berpendapat bahwa berjalan kaki lebih utama dari berkendaraan, karena dengan berjalan kaki lebih banyak ditemui kesulitankesulitan daripada dengan berkendaraan.
Dalam masalah ini berkendaraan atau tidak adalah masalah teknis saja.
Secara umum Islam tidak menghendaki kesukaran tetapi kemudahan. Islam juga tidak membebani seseorang sesuatu yang dia tidak mampu melakukannya.
Melaksanakan ibadah haji baik dengan kendaraan atau pun dengan berjalan kaki, pasti akan memperoleh pahala yang besar dari Allah, jika ibadah itu semata-mata dilaksanakan karena Allah.
Yang dinilai adalah niat dan keikhlasan seseorang serta cara-cara melaksanakannya.
Sekalipun sulit perjalanan yang ditempuh, tetapi niat mengerjakan haji itu bukan karena Allah maka ia tidak akan memperoleh sesuatu pun dari Allah, bahkan sebaliknya ia akan diazab dengan azab yang sangat pedih karena niatnya itu.
Jika seseorang telah sampai di Mekah dan melihat Baitullah, disunnahkan mengangkat tangan, sebagaimana tersebut dalam hadis:
رَوَى ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ قَالَ تُرْفَعُ اْلاَيْدِي فِى سَبْعِ مَوَاطِنَ افْتِتَاحِ الصَّلَاةِ وَاسْتِقْبَالِ الْبَيْتِ وَالصَّفَا وَالْمَرْوَةَ وَالْمَوْقِفَيْنِ وَالْجَمَرَتَيْنِ. (رواه أحمد)
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas ra dari Nabi saw, beliau bersabda, “Diangkat kedua tangan pada tujuh tempat, yaitu pada pembukaan salat, waktu menghadap Baitullah, waktu menghadap bukit Safa dan bukit Marwah, waktu menghadap dua tempat (Arafah dan Muzdalifah) dan waktu melempar dua jamrah.” (Riwayat Aḥmad)
Load more