Jakarta, tvOnenews.com - Haji adalah impian dari seluruh umat Muslim.
Namun jumlah umat Muslim dan adanya kuota haji dari Arab Saudi maka tak sedikit yang harus menunggu lama untuk berhaji.
Bahkan banyak yang akhirnya mendapat giliran haji saat usianya lanjut atau lansia.
Sementara, dalam beribadah tentunya setiap Muslim ingin maksimal. Apalagi jika sudah berada di Tanah Suci.
Namun setiap Muslim sebaiknya selalu ingat, Allah SWT tidak pernah membebani hamba-Nya.
Keringanan beribadah itu disebut dengan rukhsah.
Dasar mengenai adanya rukhsah ini tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 185.
... يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ...
Artinya: "... Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran ..."
Sementara Abu Hurairah RA berkata bahwa Nabi SAW bersabda:
"Tinggalkanlah aku apa yang seharusnya kalian tinggalkan, sungguh terjadinya kebinasaan orang-orang sebelum kamu karena mereka banyak pertanyaan dan perselisihan mereka atas para Nabi mereka. Maka ketika aku perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan sesuatu laksanakanlah sesuai kesanggupannya, dan jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu maka tinggalkanlah." (HR Muslim)
Lantas, apa saja keringanan atau rukhsah yang diberikan bagi para jemaah haji lansia?
Berikut keringanan bagi jemaah haji lansia yang sesuai Syar'i yakni Al-Qur'an dan hadits, sebagaimana dilansir dari Solusi Hukum Manasik Jamaah Udzur susunan Ahmad Kartono.
Catat! Ini Keringanan Jemaah Haji Lansia yang Sesuai Fiqih (Sumber: Istimewa)
Hal pertama, jemaah lansia sebaiknya niat ihram bersyarat.
Hal ini sebagai langkah antisipasi terjadinya halangan dalam perjalanan haji.
Terutama bagi para jemaah lansia, risiko tinggi dan mereka yang fisiknya lemah dianjurkan meniatkan ihram dengan bersyarat.
Mengutip buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah untuk Lansia terbitan Kementerian Agama (Kemenag RI), niat ihram bersyarat atau isytirath adalah niat yang disertai dengan syarat akan membatalkan ihram haji atau umrah ketika terhalang suatu kesulitan.
Sementara menurut Ibn Qudamah dalam kitab al-Mughni, ihram bersyarat memiliki sejumlah manfaat.
Pertama, jika jemaah haji yang sedang ihram terhalang karena ada musuh, sakit, kehilangan perbekalan dan harta atau sejenisnya, jemaah bisa melakukan tahallul.
Kedua, ketika jemaah haji tahallul dalam kondisi ihram bersyarat, maka baginya tidak dikenakan dam dan puasa.
Dalil mengenai ihram bersyarat didasarkan pada perintah Nabi Muhammad SAW kepada Dhuba'ah binti Zubair dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Dari Aisyah, dia berkata Nabi SAW datang ke rumah Dhuba'ah binti Zubair bin Abdul Muthalib.
Lalu, Dhuba'ah berkata,
"Ya Rasulullah, aku bermaksud hendak menunaikan ibadah haji, tetapi aku sakit, bagaimana itu?"
Maka Rasulullah SAW pun bersabda, "Berhajilah dan syaratkan dalam niatmu akan tahallul (berhenti) jika tak sanggup meneruskannya karena sakit."
Catat! Ini Keringanan Jemaah Haji Lansia yang Sesuai Fiqih (Sumber: dok tvOnenews.com)
Fiqih haji bagi lansia yang kedua adalah diizinkannya thawaf meski kondisi tidak suci.
Thawaf yang dikerjakan oleh jemaah haji lansia yang terkena najis misalnya, penderita wasir, beser, istihadhah atau darah keluar terus di luar masa haid bagi wanita, buang angin terus-menerus.
Jika ini terjadi pada jemaah lansia, maka thawaf yang dilakukan tetap dianggap sah dan tidak dikenakan sanksi.
Catat! Ini Keringanan Jemaah Haji Lansia yang Sesuai Fiqih (Sumber: Kemenag)
Fiqih haji lansia lainnya adalah mengenai hukum thawaf menggunakan kursi elektrik atau skuter.
Ketiga ulama mazhab membolehkan thawaf dengan skuter bagi jemaah haji yang uzur, termasuk lansia.
Namun, bagi jemaah haji tanpa uzur, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Mazhab Syafi'i, tidak melarang orang yang tanpa uzur melaksanakan thawaf dengan naik kendaraan, sekalipun dipandang kurang utama.
Namun mazhab Hanafi menuturkan bahwa thawaf wajib dengan berjalan kaki kecuali dalam keadaan uzur, jika dilakukan tanpa ada uzur tentu harus mengulang tawaf selagi masih di Makkah.
Kemudian jika sudah kembali di Tanah Air, ia harus membayar dam. Begitupun dengan orang yang tawafnya ditandu, didorong, atau digendong.
Sementara mazhab Maliki memandang, thawaf tidak boleh dilakukan dengan menaiki kendaraan, kursi atau skuter kecuali karena uzur.
Catat! Ini Keringanan Jemaah Haji Lansia yang Sesuai Fiqih (Sumber: Istimewa)
Semua Muslim pastilah ingin selalu ibadah di Masjidil Haram.
Namun sebaiknya bagi jemaah lansia, terutama yang memiliki risiko tinggi tidak melakukannya di semua waktu shalat.
Hal ini dimaksudkan agar mereka bisa tetap menjaga kesehatan untuk menghadapi puncak ibadah haji.
Dimana puncak haji adalah saat wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, dan melontar jumrah.
Jemaah lansia boleh melaksanakan shalat di hotel atau masjid terdekat dengan hotel.
Jemaah tak perlu takut tidak mendapatkan pahala seperti shalat di Masjidil Haram.
Hal ini karena pahala shalat di seluruh tanah haram Makkah sama dengan pahala shalat di Masjidil Haram.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam kitab Akhbaru Makkah.
Ibnu Abbas menjelaskan,
"Seluruh tanah haram Makkah adalah Masjidil Haram."
Dr Wahbah az Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami mengemukakan, para ulama seperti Imam Nawawi dan Zarkasyi menyatakan bahwa tanah haram Makkah sama seperti Masjidil Haram dalam pelipatgandaan pahala shalat.
Bahkan seluruh ketaatan kepada Allah SWT.
Catat! Ini Keringanan Jemaah Haji Lansia yang Sesuai Fiqih (Sumber: Istimewa)
Imam Hanafi mengemukakan solusi bagi jemaah haji yang mengalami halangan atau kesulitan karena kondisi fisiknya sehingga tidak dapat menyelesaikan sa'i sebanyak 7 kali perjalanan.
Menurut Imam Hanafi, jika sa'i seorang jemaah haji hanya 4 perjalanan atau lebih, maka hajinya sah namun wajib membayar Dam.
Namun, apabila sa'i dari seorang jemaah haji hanya 3 perjalanan atau kurang dari itu, ia diwajibkan membayar denda setiap satu perjalanan sebesar 1,2 kg beras.
Catat! Ini Keringanan Jemaah Haji Lansia yang Sesuai Fiqih (Sumber: dok tvOnenews.com)
Keringanan yang lainnya bagi jemaah lansia adalah mengenai kewajiban mabit di Muzdalifah.
Meski termasuk ke dalam wajib haji, dalam pengerjaannya, sering kali ada berbagai halangan yang tidak dapat dihindari.
Misalnya, seluruh jalan menuju Muzdalifah dalam keadaan macet total.
Maka hal ini dapat menyebabkan jemaah tersesat atau terpisah rombongan, hingga sakit.
Oleh karenanya, kewajiban mabit di Muzdalifah bagi jemaah lansia dan risiko tinggi yang mengalami kesulitan menjadi gugur.
Dalam sebuah hadits, Aisyah RA pernah menceritakan bahwa Rasulullah SAW mengizinkan dirinya untuk tidak mabit.
"Saudah adalah seorang wanita yang gemuk, lamban, dan susah bergerak, lalu dia minta izin kepada Rasulullah SAW untuk bertolak meninggalkan mabit di Muzdalifah, kemudian beliau mengizinkan kepadanya, dan saya (Aisyah) sangat senang permintaan izin Saudah untuk tidak mabit dipenuhi oleh Nabi SAW, lalu beliau pun mengizinkan kepada saya." (HR As-Syaikhoni dan Ahmad).
Keringanan lainnya bagi jemaah yang lansia, uzur, sakit, berisiko tinggi, demensia, dan difabel adalah tidak mabit di Mina.
Meski wajib haji, namun kewajiban mabit di Mina menjadi gugur seperti mabit di Muzdalifah bagi jemaah yang disebutkan di atas.
Ini dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab al Kafi Jilid 1.
Dalam pelaksanaan haji, melontar jumrah hukumnya wajib.
Namun bagi jemaah haji lansia, maka lontar jumrah dapat diwakilkan kepada orang lain.
Adapun yang boleh mewakilkan, antara lain keluarga, ketua rombongan, atau orang yang mau membadalkannya.
Thawaf wada adalah thawaf perpisahan.
Kewajiban thawaf wada dapat gugur bagi jemaah haji lansia.
Dalam Kitab al-Ifshah 'ala Mashail al-Idhah dijelaskan, sabda Rasulullah SAW dari Ibnu Abbas RA.
"Mereka yang termasuk mendapat keringanan seperti orang yang sedang dalam keadaan haid yaitu: wanita yang nifas, wanita yang istihadhah (keluar darah penyakit), orang yang kencing terus-menerus (beser), anak kecil, orang yang dalam keadaan lemah, orang yang kena luka darahnya keluar terus menerus yang tidak mungkin dia masuk ke dalam masjid, orang yang dalam tekanan/paksaan, orang yang takut dari perbuatan orang zalim, dan orang yang tertinggal dari rombongannya. Mereka itulah orang-orang yang tergolong berhalangan (udzur syar'i) sehingga tidak wajib melaksanakan tawaf wada' dan gugur dari kewajiban membayar Dam dan mereka tidak berdosa." (HR Bukhari dan Muslim)
Itulah penjelasan fiqih tentang keringanan bagi jemaah haji lansia.
Semoga artikel ini bermanfaat dan semoga siapapun yang berhaji akan dimudahkan oleh Allah SWT.
Namun alangkah baiknya jika Anda bertanya langsung kepada para ulama atau ahli agama Islam, agar senantiasa mendapatkan pemahaman yang lebih dalam.
Wallahu’alam
(put)
Load more