Lebih Utama Shalat di Masjid yang Jauh atau Mushola Dekat Rumah? Ternyata Kata Buya Yahya Tergantung Siapa Anda, Sebaiknya...
- Tangkapan Layar YouTube Al-Bahjah TV
"Kemudian mazhab Imam Ahmad di mushola. Ini jangan dibawa ke negeri kita. Mushola yang ada dalam kitab fiqih itu adalah hamparan luas yang biasa digunakan untuk shalat jenazah," tambahnya.
Mushola yang dimaksud dalam kitab-tikab fiqih merupakan hamparan luas yang memang sudah disediakan oleh negara untuk shalat jenazah, termasuk juga shalat Idul Fitri.
Jadi, jika dalam kitab fiqih disebutkan shalat Idul Fitri di mushola, maka bukan mushola-mushola yang ada di Indonesia.
Adapun mushola yang ada di Indonesia merupakan sebuah tempat yang memang diniatkan untuk tempat shalat.
Lantas, apakah mushola bisa dikatakan masjid? Mushola bisa disebut masjid jika memenuhi syarat-syarat masjid.
Jika tanahnya memang diwakafkan dan diniatkan untuk membangun masjid, maka meskipun diberi nama mushola, surau, langgar, atau lainnya, maka fungsinya sama seperti masjid.
"Yang perlu kita pertanyakan, niat pembangunannya seperti apa. Bisa saja orang membangun mushola bukan untuk diwakafkan," ujar Buya Yahya.
Dan apabila ditanya lebih utama mana antara masjid dan mushola, maka jawabannya tergantung 'siapa Anda'.
Memang masjid lebih utama dari mushola, keutamaan-keutamaannya seperti yang telah disebutkan.
Namun, bagi orang berpengaruh terhadap kemakmuran mushola, bisa jadi orang tersebut lebih baik di mushola yang dekat rumah.
Misal, apabila orang tersebut pergi ke masjid, malah membuat mushola menjadi sepi dan tidak ada yang mau shalat berjamaah, maka lebih baik orang tersebut shalat di mushola untuk mengajak orang shalat berjamaah dan memakmurkan mushola.
"Jika kepergian Anda ke tempat yang lebih ramai (masjid) menjadikan mushola sepi atau mungkin tidak didirikan jamaah, maka lebih bagus di mushola tadi. Karena Anda menjadi tumpuan orang shalat di situ, maka jangan pergi. Anda punya fungsi memakmurkan tempat," ujar Buya Yahya.
"Kalau Anda pergi mengejar keutamaan, orang pada nggak shalat berjamaah," sambungnya.
Sedangkan jika orang biasanya yang tidak menjadi suri tauladan dan tidak berpengaruh terhadap mushola, maka boleh memilih yang terbaik.
"Kalau Anda orang biasa, datang dan pergi tidak ada artinya, maka pilih aja yang terbaik, suka-suka. Tapi kalau orang terpandang, Anda suri tauladan, Anda di situ (mushola) saja," ujar Buya Yahya.
Load more