Jakarta, tvOnenews.com - Memasuki bulan Ramadhan ibadah puasa menjadi kewajiban bagi semua umat Islam. Namun, ketika seorang wanita sedang hamil, hukum puasa menjadi subjek perdebatan dan pertimbangan khusus dalam Islam.
Melansir laman NU, bagi sebagian ulama mengatakan jika wanita hamil diberi kelonggaran untuk tidak berpuasa jika mereka khawatir bahwa puasa akan membahayakan kesehatan mereka sendiri atau janin yang mereka kandung.
Hukum ini didasarkan pada prinsip bahwa kesehatan ibu dan bayi memiliki prioritas yang lebih tinggi daripada menjalankan ibadah puasa.
Ibnu Qasim Al-Ghazi dalam Kitab Fathul Qarib menjelaskan
والحامل والمرضع إن خافتا على أنفسهما) ضررا يلحقهما بالصوم كضرر المريض (أفطرتا، و) وجب (عليهما القضاء وإن خافتا على أولادهما) أي إسقاط الولد في الحامل وقلة اللبن في المرضع ( أفطرتا وعليهما القضاء) للإفطار (والكفارة) أيضا. والكفارة أن يخرج (عن كل يوم مد) Baca Juga
Artinya, “Wanita hamil dan wanita menyusui bila khawatir terhadap bahaya yang mengganggu kesehatan dirinya sebab melakukan puasa, seperti bahayanya orang sakit, maka mereka boleh membatalkan atau tidak puasa, dan mereka wajib mengqadhanya. Bila mereka khawatir terhadap bahaya yang menimpa anaknya, yaitu anaknya keguguran bagi wanita hamil, dan air susu menjadi sedikit bagi wanita menyusui, maka mereka boleh membatalkan atau tidak puasa, dan mereka wajib mengqadhanya karena tidak puasa dan wajib membayar kafarat atau tebusan.
Adapun ukuran kafarat yang dimaksud adalah dari setiap hari wajib membayar satu mud (kurang lebih 7 ons) makanan pokok.” (Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib pada Hasyiyah Al-Bajuri, [Semarang, Toha Putera], juz I, halaman 300-301).
Meski demikian, penting untuk memahami bahwa dalam konteks hukum Islam, istilah "khauf" atau khawatir sangat relevan. Khawatir dalam konteks ini mengacu pada dugaan kuat berdasarkan indikator yang jelas bahwa berpuasa dapat membahayakan kesehatan seseorang terutama bagi wanita hamil dan menyusui.
Ini berarti bahwa jika ada indikasi yang jelas bahwa berpuasa dapat mengganggu kesehatan wanita hamil dan menyusui secara signifikan, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Namun, keputusan ini harus didasarkan pada penilaian medis yang cermat dan pertimbangan yang matang terhadap kondisi individu.
أَمَّا الْخَوْفُ: فَهُوَ تَوَقُّعُ مَكْرُوهٍ عَنْ أَمَارَةٍ مَظْنُونَةٍ أَوْ مُتَحَقَّقَةٍ
Artinya, “Kekhawatiran adalah ketakutan terjadinya hal yang tidak disenangi berdasarkan indikator yang bersifat dugaan atau yang bersifat pasti.” (Al-Maushu'atul Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, [Mesir, Darus Shafwah: 1404 H], juz XXVII, halaman 214).
Dalam terminologi fiqih, perkiraan tanpa indikator yang mendukung seperti itu disebut sebagai "wahm" atau "tawahhum". Dalam hal ini, wahm atau tawahhum tidak cukup untuk menjadi dasar bagi seseorang untuk tidak berpuasa.
Hal ini menegaskan pentingnya memiliki bukti atau indikator yang konkret dan jelas bahwa berpuasa akan membahayakan kesehatan seseorang sebelum diberikan kelonggaran untuk tidak berpuasa.
Kekhawatiran yang membolehkan wanita hamil untuk tidak berpuasa dapat didasarkan pada beberapa indikator yang konkret dan jelas, seperti pengalaman pribadi atau petunjuk dari dokter.
Misalnya, jika seorang wanita hamil atau menyusui pernah mengalami gangguan kesehatan pada dirinya atau bayinya karena berpuasa secara nekat di masa lalu, dan pada waktu berikutnya ada indikasi bahwa ia akan mengalami kondisi serupa jika terus berpuasa, seperti merasa lemas atau gejala lain yang mengkhawatirkan, maka dia diperbolehkan untuk tidak berpuasa berdasarkan pengalaman yang telah dia alami sebelumnya.
Selain itu, jika seorang wanita hamil atau menyusui merasa khawatir akan dampak negatif berpuasa terhadap kesehatannya atau bayinya, dan dia memeriksakan kondisinya kepada dokter yang memberikan petunjuk untuk tidak berpuasa demi menjaga kesehatannya, maka dia juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa berdasarkan nasihat medis tersebut.
Dalam hal ini, keputusan untuk tidak berpuasa didasarkan pada pertimbangan kesehatan yang mendalam dan petunjuk dari tenaga medis yang berkualitas.
Syekh Wahbah Az-Zuhaili juga menjelaskan soal kekhawatiran bagi ibu hamil dan menyusui yang menjalankan ibuadah puasa.
الحمل والرضاع: يباح للحامل والمرضع الإفطار إذا خافتا على أنفسهما أو على الولد ، سواء أكان الولد ولد المرضعة أم لا، أي نسباً أو رضاعاً، وسواء أكانت أماً أم مستأجرة، وكان الخوف نقصان العقل أو الهلاك أو المرض، والخوف المعتبر: ما كان مستنداً لغلبة الظن بتجربة سابقة، أو إخبار طبيب مسلم حاذق عدل
Artinya, “Wanita hamil dan wanita menyusui. Bagi wanita hamil dan wanita menyusui bila khawatir atas kesehatan mereka atau kesehatan anak, baik anak yang disusui itu adalah anak wanita yang menyusui atau bukan, maksudnya anak biologis atau anak karena persusuan, baik yang menyusui itu ibunya atau wanita yang disewa untuk menyusui anak orang lain, dan baik kekhawatiran itu adalah khawatir berkurangnya akal anak, khawatir mati atau sakit. (mii)
Load more