Namun, surau tersebut rusak parah akibat terkena dampak letusan Gunung Krakatau.
Lima tahun kemudian, seorang saudagar asal Sulawesi dari suku Bugis bernama Daeng Suwiji membangun kembali surau itu menjadi masjid yang sekarang dikenal dengan Masjid Jami Al-Anwar.
"Awal renovasi dilakukan lima tahun setelah Gunung Krakatau meletus, sekitar 1888, Daeng Sawiji bersama ulama dan masyarakat mendirikan masjid yang lebih permanen pada tahun itu, lalu dilanjutkan renovasi, termasuk yang dilakukan pada 1972, dan terakhir pada 2015," ucap Rusdi.
Rusdi mengungkapkan, saat renovasi pada tahun 1888 menjadi masjid yang permanen, enam tiang surau yang rusak tetap dipertahankan yang saat ini telah dibungkus dengan pilar beton. Enam tiang tersebut menggambarkan Rukun Iman.
"Pada 1972, renovasi dilakukan kembali dengan memperluas bangunan menjadi lebih besar karena jamaah yang datang saat salat Jumat dan hari-hari besar semakin banyak jumlahnya. Terakhir, perbaikan dan renovasi masjid ini dilakukan sekitar 2015 sampai 2016, yang diganti atap masjid, awalnya genting biasa menjadi seng baja," ungkapnya.
Setelah itu, masjid tersebut dinamakan Masjid Al-Anwar yang memiliki arti bercahaya.
Nama tersebut diharapkan masjid tersebut dapat menjadi sumber cahaya kehidupan yang dapat menerangi umat. Nama masjid itulah yang dipakai sampai sekarang.
Load more