Masjid Al Mustofa Kota Pinang, Bangunan Kuno Bagian dari Istana Bahran
- Tim TvOne/Edi Syahputra
Kotapinang, tvOnenews.com - Masjid Raya Kota Pinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, merupakan Masjid Raya peninggalan Kesultanan Kotapinang, sekaligus menjadi masjid tertua di daerah Kotapinang.
Lokasi berjarak 200 meter dari Istana Kota Bahran yakni di Jalan Istana, Kecamatan Kotapinang.
Dulunya, masjid ini lebih dikenal sebagai Masjid Raja. Namun seiring perubahan masa, kemudian masjid ini dikenal sebagai Masjid Al Mustofa atau Masjid Raya Besar Agung Kota Pinang.
Tidak ada catatan resmi mengenai sejarah Masjid Raya Kotapinang, baik catatan mengenai pendiri maupun waktu didirikannya masjid tersebut. Sehingga muncul beberapa versi terkait sejarah berdirinya bangunan masjid kuno ini.
Menurut masyarakat Kota Pinang, bangunan masjid didirikan sekitar tahun 1800 pada masa pemerintahan Sultan Mustafa Alamsyah.
Tepatnya sebelum Istana Kota Bahran yang terletak di Jalan Istana. Saat itu, Kesultanan Kota Pinang mencapai masa kejayaannya sebagai kesultanan yang sangat maju.
Menilik Arsitektural Masjid Raya Kota Pinang
Jika merujuk pada keterangan Tengku Idrus Mustafa atau Aizuz Thafa Hamid yang merupakan ahli waris resmi dari almarhum Sultan Mustafa, mengatakan bahwa sultan pada masa itu memang sengaja membangun Masjid Raya Kota Pinang dengan megah.
Alasannya, para raja di Kesultanan Labuhanbatu saat itu, lebih mementingkan kemegahan sebuah tempat ibadah dari pada mementingkan kemegahan istananya sendiri.
“Bangunan masjidnya terbagi atas beberapa tempat, yaitu ruang utama dan teras untuk shalat, kemudian tempat wudhu yang terpisah dari bangunan utamanya. Ruang utama untuk shalat berbentuk prisma, kemudian jika dilihat dari desain atapnya, bangunan ini justru akan terlihat seperti burung layang-layang yang sedang terbang," katanya
"Kemudian pada sisi kiblat terdapat sebuah mihrab lawas yang menjorok ke luar. Kemudian dari belakang hingga sisi kanan dan kiri bangunan terdapat teras yang dapat difungsikan sebagai tempat istirahat, maupun tempat tambahan shalat jika jamaah sudah tidak tertampung lagi di dalam ruangan pada hari besar Islam,” tambah Tengku Idrus Mustafa.
Selain itu, lanjut Tengku Idris, jendela-jendela diletakkan di sekeliling pintu beranda dan terbuat dari kayu ukir dan kaca.
Load more