Review Menjelang Magrib 2: Wanita yang Dirantai, Film Horor Kolonial dengan Teror Mistis Sadis
- tim tvOnenews
tvOnenews.com - Helroad Films kembali melanjutkan kisah mencekam melaluiMenjelang Magrib 2: Wanita yang Dirantai, karya terbaru Helfi Kardit yang berperan sebagai sutradara, produser, sekaligus penulis cerita.
Setelah sukses lewat film pertamanya tiga tahun lalu, kali ini Helfi menghadirkan spin-off dengan nuansa yang jauh lebih kelam, menegangkan, sekaligus sarat dengan kritik sosial dan budaya.
Film ini mengambil latar tahun 1920 ketika Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda, atau dikenal sebagai masa Hindia Belanda.
Berbeda dari film pertamanya yang digarap dengan gaya docustyle dan sempat bersaing di ajang Molins Film Festival Barcelona 2022, Menjelang Magrib 2 dikemas sebagai feature film dengan sentuhan sinematik yang lebih matang.
Helfi menegaskan bahwa tema utama tetap sama: praktik pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa.
“Tema pasung menjadi energi cerita sejak awal saya membuat Menjelang Magrib. Ini terinspirasi dari pengalaman pribadi saya ketika tinggal di Sumatera, melihat langsung seseorang yang dipasung di rumah pasung,” ujar Helfi.
Film ini tidak hanya sekadar menyajikan teror horor, melainkan juga eksplorasi isu sosial, kultur mistis, hingga benturan antara kepercayaan tradisional dengan sains modern.
Menurut Helfi, visi yang ia bawa dalam film ini setara dengan semangatnya ketika menggarap Sang Martir (2012) yang sempat meraih nominasi di AIFFA 2023 dan Festival Film Bandung. Bedanya, kini ia mengemasnya dalam genre horor populer yang lebih dekat dengan penonton Indonesia.
Sinopsis: Pertarungan Mistik vs Ilmu Pengetahuan
Cerita Menjelang Magrib 2 dimulai dengan tokoh Giandra (Aditya Zoni), seorang dokter muda lulusan STOVIA yang membaca berita di koran Javasche Courant mengenai seorang gadis desa bernama Layla (Aisha Kastolan) yang dipasung karena dianggap mengalami gangguan kejiwaan.
Berita itu ditulis oleh Rikke (Aurelia Lourdes), seorang jurnalis keturunan Belanda-Pribumi. Giandra pun melakukan perjalanan panjang menuju Desa Karuhun di kaki gunung.
Di sana ia bertemu Rikke yang juga penasaran dengan kasus Layla. Layla sendiri tinggal bersama neneknya (Muthia Datau) dalam kondisi miskin.
Meski berniat menolong, Giandra justru terjebak dalam malam penuh teror saat mencoba membebaskan Layla dari pasungan. Sosok Layla yang misterius ternyata menyimpan rahasia kelam: ia pernah meninggal lalu hidup kembali ketika dimakamkan.
Konflik utama film ini bertumpu pada pertarungan antara tahayul, ritual mistis, dan tradisi lokal melawan pendekatan medis modern. Giandra berusaha membongkar misteri penyakit Layla dengan logika sains, namun kengerian yang muncul justru semakin sadis dan penuh darah.
Lokasi syuting berlangsung di kaki Gunung Papandayan, Garut, dengan persiapan selama 3,5 bulan dan proses pengambilan gambar hingga 28 hari.
Production Designer Yannie Sukarya menjelaskan bahwa 70% set rumah dalam film ini dibangun khusus demi menggambarkan kelas sosial-ekonomi masyarakat tahun 1920.
Salah satunya adalah rumah Layla yang dirancang artistik meski dalam kondisi serba miskin, berdiri di latar Gunung Puntang dan Gunung Cikurai.
“Membangun rumah di kaki gunung dengan cuaca ekstrem dan angin kencang menjadi tantangan besar,” ujar Yannie.
Sinematografi film ini menonjolkan keindahan sekaligus kesunyian pedesaan Jawa pada masa kolonial. Minimnya penerangan membuat nuansa mencekam semakin terasa. Dengan dukungan musik Michelle Sudarsono, tata suara Jonet Sri Untoro, serta visual FX dari D’Legend VFX, atmosfer horor kian hidup.
- tim tvOnenews
Eksplorasi Trauma & Religiusitas
Lebih dari sekadar film horor, Menjelang Magrib 2 juga menyentuh isu trauma keluarga, isolasi sosial, dan pertentangan nilai keagamaan. Eddie Karsito, jurnalis sekaligus pengamat film, menyebut karya ini “gelap, atmosferik, dan meninggalkan kesan mendalam.”
Film ini juga relevan dengan konteks keagamaan. Dalam Islam, seseorang yang mengalami gangguan mental harus diperlakukan dengan penuh kasih sayang, bukan disiksa atau dipasung.
Dengan jadwal rilis 4 September 2025 di seluruh bioskop Indonesia, Menjelang Magrib 2: Wanita yang Dirantai menawarkan pengalaman menonton horor yang berbeda: penuh darah, sarat misteri, namun juga reflektif.
Perpaduan antara kisah mistis, benturan kultur, hingga kritik terhadap praktik pemasungan menjadikan film ini bukan sekadar tontonan, melainkan juga peringatan sosial. Bagi penggemar horor tanah air, film ini jelas masuk daftar wajib tonton. (udn)
Load more