Bukan di Indonesia, Ini Presiden Paling Miskin se-Dunia! Gajinya 90 Persen Sengaja Dibagi-bagikan ke Rakyat
- Istimewa
tvOnenews.com - José Alberto Mujica Cordano, yang dunia kenal dengan nama "Pepe" Mujica, telah menghembuskan napas terakhirnya pada usia 89 tahun, Rabu (14/5/2025).
Sosok yang dijuluki "presiden termiskin di dunia" ini meninggal dunia di Uruguay, negara yang ia cintai dan pimpin dengan ketulusan hati.
Kabar duka ini diumumkan langsung oleh pihak keluarga, meskipun hingga kini belum ada keterangan resmi mengenai penyebab wafatnya.
Dalam laporan Euronews, baik keluarga maupun pemerintah belum memberikan penjelasan detail tentang kondisi terakhir Mujica.
Yang pasti, dunia kehilangan seorang tokoh langka, pemimpin yang menyatukan integritas, kesederhanaan, dan keberanian. Presiden Uruguay saat ini Yamandú Orsi menyampaikan duka yang mendalam.
"Kami akan sangat merindukanmu, orang tua terkasih. Terima kasih atas semua yang telah kau berikan kepada kami dan atas cintamu yang mendalam kepada rakyatmu," ucap Orsi.
- Istimewa
Biografi Mujica Sang Presiden Termiskin di Dunia
Mujica lahir dari keluarga kelas menengah di Montevideo, ibu kota Uruguay. Ia selalu menyebut ibunya sebagai pengaruh terbesar dalam hidupnya, seorang perempuan keras kepala yang mewariskan kecintaannya terhadap politik, buku, dan bercocok tanam.
Mujica tumbuh dalam lingkungan demokratis, tetapi realitas politik dan sosial Amerika Latin pada dekade 1960-an membawanya pada jalan penuh konfrontasi.
Pada awalnya, Mujica merupakan bagian dari Partai Nasional sebuah partai kanan-tengah tradisional. Namun, ketidakpuasan terhadap ketimpangan sosial dan otoritarianisme yang mulai mencengkeram Uruguay, mendorongnya ikut mendirikan Gerakan Pembebasan Nasional Tupamaros (MLN-T), kelompok gerilya perkotaan berhaluan kiri yang terkenal dengan aksi penyerangan, penculikan, dan propaganda bersenjata.
Pada tahun 1970, Mujica ditembak enam kali dan nyaris meninggal. Ia kemudian ditangkap empat kali, dan dua kali berhasil melarikan diri dari penjara, salah satunya melalui terowongan besar bersama 105 tahanan Tupamaros, sebuah peristiwa yang masih dikenang sebagai salah satu pelarian terbesar dalam sejarah Amerika Latin.
Namun saat militer melancarkan kudeta pada 1973, nasib Mujica berubah drastis. Ia menjadi bagian dari "sembilan sandera negara", tahanan politik yang hidup dalam isolasi total, disiksa, dan dijadikan alat tekan terhadap kelompok gerilya di luar sana.
“Aku pernah berbicara dengan semut. Aku pikir aku gila,” kenangnya suatu hari.
“Tapi hari aku dibebaskan, itulah hari terbaik dalam hidupku. Jadi presiden? Itu tidak ada apa-apanya,” tambahnya.
Dari Tahanan Politik ke Pemimpin Bangsa
Setelah 14 tahun di penjara, Mujica dibebaskan pada tahun 1985, saat Uruguay kembali ke demokrasi. Ia memasuki dunia politik formal dan menjadi anggota parlemen, lalu menteri pertanian pada 2005 dalam pemerintahan Frente Amplio, koalisi kiri-tengah.
Lima tahun kemudian pada usia 74, Mujica terpilih sebagai Presiden Uruguay (2010–2015).
Kemenangannya menjadi bagian dari gelombang merah di Amerika Latin yang juga melambungkan tokoh-tokoh seperti Lula da Silva (Brasil) dan Hugo Chávez (Venezuela).
Namun berbeda dari banyak rekannya, Mujica justru lebih dikenal karena kesederhanaan ekstremnya, bukan retorika bombastis.
- Istimewa
Presiden yang Tidak Mau Tinggal di Istana
Alih-alih tinggal di istana presiden, Mujica memilih tinggal di rumah tua berdinding bata di pinggiran Montevideo, bersama istrinya Lucía Topolansky yang juga mantan gerilyawan.
Ia menolak pengawalan ketat, menyetir sendiri Volkswagen Beetle 1987, dan menyumbangkan 90% gajinya untuk amal. Rumahnya tidak memiliki pendingin udara, dan ia sering terlihat menjemur pakaian sendiri.
"Mereka bilang saya presiden termiskin di dunia. Bukan. Miskin adalah mereka yang butuh terlalu banyak," katanya dalam wawancara tahun 2012.
"Saya hidup sederhana, ya, karena saya tidak mau diperbudak oleh kebutuhan," tambahnya.
Prestasi dan Kontroversi Pepe Mujica
Selama masa pemerintahannya, ekonomi Uruguay tumbuh rata-rata 5,4% per tahun, kemiskinan menurun, dan pengangguran tetap rendah, meski dunia sedang dilanda krisis ekonomi.
Ia juga mendorong legislasi progresif yang membuat Uruguay menjadi pionir di Amerika Latin dalam hal legalisasi aborsi, pengakuan pernikahan sesama jenis, dan regulasi penggunaan ganja secara legal
Namun pemerintahan Mujica tidak lepas dari kritik. Lawan politiknya menuding belanja negara membengkak, dan beberapa reformasi pendidikan yang dijanjikan tak berjalan optimal.
Meski demikian, tak pernah ada tuduhan korupsi atau upaya merusak sistem demokrasi selama atau setelah masa jabatannya.
Di akhir masa jabatannya, popularitas Mujica mencapai hampir 70%. Sebuah pencapaian luar biasa bagi seorang pemimpin yang begitu nyentrik dan tanpa pencitraan.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan presiden, Mujica tetap aktif sebagai senator dan berkeliling dunia berbicara tentang kemiskinan, demokrasi, dan keberlanjutan. Pada 2020, ia resmi pensiun dari dunia politik.
Pada 2023, Mujica mengumumkan bahwa dirinya mengidap kanker. Ia mulai sering berbicara soal kematian, bukan dengan ketakutan, tetapi dengan filsafat yang dalam dan damai.
“Maut adalah garam kehidupan,” katanya dalam wawancara terakhirnya dengan BBC.
“Yang membuat hidup berarti adalah keterbatasannya,” imbuhnya.
Warisan Pepe Mujica
Pepe Mujica akan dikenang bukan hanya sebagai presiden, tapi sebagai ikon moral dan kemanusiaan. Sosok yang memperlihatkan bahwa kepemimpinan bukan soal kemewahan, tapi keberanian untuk tetap jujur dan sederhana.
Dalam dunia yang sering terobsesi dengan citra dan kekuasaan, Mujica adalah pengingat bahwa keteladanan bisa hadir dari rumah berdinding bata, dari mobil tua, dan dari tangan yang pernah memanggul senjata namun memilih menanam bunga setelahnya.
Load more