#Kaburajadulu Ramai Banget, Sebenarnya Akibat Frustasi atau Cari Gaji Lebih? dr Faisal di Hadapan Helmy Yahya Berani Ungkap Hal ini: Mereka itu...
- youtube Helmi Yahya
tvOnenews.com - Generasi Z saat ini menghadapi tantangan besar dalam dunia kerja dan kehidupan sosial.Â
Mereka cenderung hidup dalam "gelembung algoritma" masing-masing yang membentuk cara berpikir dan interaksi sosial mereka.Â
Menurut Dr. Muhammad Faisal, seorang psikolog dan penulis, "Gen Z tidak lagi memiliki kesadaran bahwa dirinya menjadi bagian besar dari komunitas teman-teman seusianya. Jadi kayak hidup di bubble algoritmanya sendiri."
Dalam sebuah diskusi dengan Helmi Yahya, muncul pertanyaan fundamental tentang bagaimana mengatasi kondisi ini.Â
Helmi bertanya, "Kita mulai dari mana jika ingin memperbaiki itu?" Menanggapi hal ini, Dr. Faisal mengungkapkan bahwa banyak anak muda saat ini lebih memilih bekerja sesuai dengan passion mereka.
Namun, konsep passion sering disalahartikan sebagai sesuatu yang hanya berorientasi pada kenyamanan.Â
"Jadi pada akhirnya mereka hanya mau bekerja sesuai passion. Yang sebetulnya nanti ada salah tafsir dari mengejar passion dari mengejar sesuatu yang nyaman bagi saya," jelas Dr. Faisal.
Salah satu fenomena yang turut memengaruhi pola pikir generasi muda adalah Fear of Better Option (FOBO), di mana mereka selalu merasa ada pilihan yang lebih baik sehingga sulit untuk berkomitmen terhadap sesuatu.Â
Fenomena ini semakin diperkuat oleh media sosial yang memungkinkan adanya komparasi sosial yang berlebihan.Â
"Ada fase berikutnya, Fear of Better Option atau FOBO. Saya rasa, ini isunya tadi kan, #KaburAjaDulu. Karena sosial media membuat komparasi sosial kan," ujar Dr. Faisal.
Fenomena #KaburAjaDulu belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial, terutama di platform X (dulu Twitter).Â
Tagar ini muncul sebagai bentuk ungkapan frustrasi anak muda terhadap kondisi dunia kerja di Indonesia.
Gaji rendah, biaya hidup yang terus meningkat, serta ketidakstabilan ekonomi menjadi alasan utama mengapa banyak dari mereka lebih memilih untuk mencari pekerjaan di luar negeri dibandingkan bertahan di dalam negeri.Â
Fenomena ini menunjukkan bahwa anak muda merasa kurang dihargai di pasar kerja domestik dan melihat peluang lebih baik di luar negeri.
Dalam menghadapi tantangan ini, Dr. Faisal menekankan pentingnya merasa cukup dengan apa yang dimiliki agar tidak terus-menerus terjebak dalam komparasi sosial yang tidak sehat.Â
"Jadi perasaan cukup itu jadi perasaan yang dibutuhkan kembali. Jadi gak terus menerus komparasi, itu yang pada akhirnya FOBO, menjadi kegelisahan anak sekarang," imbuhnya.
Helmi Yahya kemudian bertanya apakah ada saran bagi anak muda untuk bisa berkembang dan menghadapi situasi ini dengan lebih baik.Â
Dr. Faisal memberikan perspektif bahwa generasi muda perlu melihat kembali sejarah perjuangan pemuda Indonesia.Â
- tangkapan layar helmi yahya
Â
"Ya, nasihat saya adalah berkaca pada generasi-generasi muda Indonesia. Jadi kalau dulu Indonesia lahir dari anak-anak muda yang masih usia belasan, dua puluhan dengan segala keterbatasan. Membaca buku, berdiskusi, berimajinasi, lalu lahirlah Indonesia. Indonesia itu adalah sebuah imajinasi. Saya rasa ini yang dibutuhkan generasi sekarang untuk re-imajinasi lagi atau imajinasikan ulang bagaimana Indonesia. Kalau sudah, saya yakin akan jadi Indonesia yang baru. Saya yakin Indonesia akan menuju bangsa yang besar," ungkapnya.
Tantangan berikutnya yang dihadapi generasi muda adalah bagaimana mereka bisa bertahan dalam kondisi yang penuh ketidakpastian.Â
Helmi Yahya menanyakan keterampilan dasar apa yang harus dimiliki agar anak muda bisa bertahan dalam dunia kerja yang semakin kompetitif.Â
Dr. Faisal menjawab bahwa mencintai ilmu adalah kunci utama untuk bisa bertahan dan berkembang.
"Kalau saya mengatakan, dia harus cinta sama ilmu apapun Mas Helmi. Kalau dia cinta sama ilmu, dia akan jadi long live learner. Jadi dia gak jadi orang yang pragmatis, gak jadi orang yang FOMO, FOBO, tapi dia mengejar itu karena benar-benar cinta sama ilmu yang dia miliki," pungkasnya.
Sebagai seorang psikolog yang telah meneliti generasi muda selama lebih dari 15 tahun melalui YouthLab.id, Dr. Faisal memiliki pandangan yang mendalam tentang karakteristik generasi saat ini.Â
Dalam bukunya "Kembali ke Akar," ia membandingkan generasi milenial yang lebih kreatif, inovatif, dan memiliki orientasi sosial tinggi dengan generasi Z yang lebih rentan terhadap tekanan dan mudah merasa putus asa.Â
Tren #KaburAjaDulu menunjukkan bahwa banyak anak muda merasa tidak memiliki masa depan yang menjanjikan di Indonesia dan memilih untuk mencari peluang yang lebih baik di luar negeri.
Namun, di tengah gelombang ketidakpastian ini, penting bagi generasi muda untuk menemukan kembali semangat perjuangan mereka.Â
Memahami sejarah, membangun imajinasi tentang masa depan, dan terus belajar bisa menjadi langkah awal dalam membangun Indonesia yang lebih baik.Â
Jika generasi sebelumnya bisa menghadapi tantangan mereka dan membawa perubahan, maka generasi saat ini pun memiliki potensi yang sama untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah. (udn)
Load more