tvonenews.com - Erdogan berhasil menang dari rivalnya yakni Kemal Kilicdaroglu pada pemilu Turki 2023 dengan meraih 52,14 persen suara, sedangkan Kilicdaroglu meraih 47,86 persen suara.
"Saya berterima kasih kepada setiap anggota bangsa kita karena mempercayakan saya dengan tanggung jawab untuk mengatur negara ini, sekali lagi selama lima tahun mendatang," ujar Recep Tayyip Erdoan, yang kerap disapa Erdogan tersebut kepada rakyat Turki Minggu (28/5/2023) di halaman Turkish Presidential Office.
Rekam Jejak Karier Politik Erdogan, Presiden Turki 3 Periode itu Dicintai Rakyatnya karena...Source: istockphoto
Dilansir Sabtu (29/07/23) dari tayangan YouTube channel Audio Dakwah dengan judul "Ancaman Dalam Genggaman.. Bahaya Madzhab Bung Karno Misi Terselubung Panji Gumilang.??," yang diunggah pada 20 Mei 2023.
Diketahui, Presiden Recep Tayyip Erdogan berhasil memenangkan putaran kedua pemilu Turki pada Minggu (28/5/23) silam.
Meskipun awalnya Recep Tayyip Erdogan sempat diprediksi kalah dari rival terberatnya, Kemal Kilicdaroglu.
Dengan kemenangan ini, Erdogan yang telah berkuasa selama 20 tahun, dan akan melanjutkan kembali singgasana kepemimpinannya sebagai presiden hingga 2028 mendatang.
Banyak pihak yang menganggap bahwa Erdogan menghadapi tekanan berat dalam pemilu kali ini, karena berlangsung saat negara Turki sedang menghadapi berbagai tantangan.
Turki sedang menghadapi inflasi terbesarnya dalam 24 tahun terakhir, krisis nilai mata uang lira, biaya hidup yang naik derastis, hingga bencana alam gempa dahsyat yang menewaskan hampir lebih dari 50 ribu orang.
Namun, nampaknya Erdogan masih menjadi pemimpin terfavorit bagi warga Turki yang hingga kini masih didominasi oleh pemilih konservatif.
Di tahun yang sama juga, Erdogan didapuk sebagai pemimpin kelompok pemuda partai Islam MSP di Beyoglu dan menjabat hingga tahun 1980.
Recep Tayyip Erdogan kemudian menjadi eksekutif dan konsultan senior sebuah perusahaan saat kudeta militer 1980 berlangsung. Saat itu, partai politik di Turki dimusnahkan.
Erdogan mulai bergabung dengan Partai Kesejahteraan Islam tahun 1983, hingga kemudian mencalonkan diri sebagai anggota parlemen Istanbul pada 1986 dari partai tersebut namun gagal.
Tak pantang menyerah, tiga tahun berselang, Erdogan mencalonkan diri sebagai Wali Kota Beyoglu namun kalah di posisi kedua karena hanya meraup 22,8 persen suara.
Akan tetapi, pada 1991, Erdogan kemudian terpilih menjadi anggota parlemen meski dirinya dilarang aktif karena pemilihan preferensial.
Melansir dari Associated Press, pada 1994, Erdogan mencalonkan diri sebagai Wali Kota Istanbul dari Partai Kesejahteraan Islam dan menang.
Erdogan juga pernah divonis penjara selama empat bulan karena terbukti "menghasut kebencian" dengan membaca puisi yang menurut pengadilan melanggar hukum sekuler di Turki pada 1997.
Hal ini yang membuat hubungan Erdogan dengan Partai Kesejahteraan Islam menjadi renggang hingga akhirnya ia memutuskan keluar dari partai tersebut pada Agustus 2001.
Dengan bekal pengalaman politiknya tersebut, Erdogan lantas membentuk partai konservatif reformis Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) tahun 2001.
Tak disangka, setahun setelah AKP dibentuk, partai itu bisa memenangkan mayoritas suara dalam pemilihan umum pada November 2022.
Namun sayang, saat itu Erdogan terjegal kasus pidana penjara sehingga tidak bisa mencalonkan diri sebagai perdana menteri.
Turki pada saat itu masih menerapkan sistem demokrasi parlementer. Perdana menteri Turki memiliki peran sebagai pemimpin eksekutif sekaligus orang yang paling berkuasa dalam mengambil keputusan.
Usai larangan politik Erdogan dicabut, ia kemudian terpilih sebagai anggota parlemen melalui pemilihan khusus tahun 2003.
Singkat cerita, pada Juli 2016, Erdogan juga pernah dihadapkan oleh upaya kudeta militer meski gagal.
Erdogan kemudian menyalahkan Fethullah Gulen, mantan sekutu yang kini menjadi musuh bebuyutannya sebagai dalang dibalik upaya kudeta.
Sejak saat itu, Recep Tayyip Erdogan memerintahkan penangkapan dan razia besar-besaran terhadap anggota serta pengikut Gullen.
Kemudian pada April 2017, Erdogan pun berhasil meloloskan referendum perubahan sistem politik Turki dari demokrasi parlementer menjadi presidensial.
Referendum tersebut dinilai oleh para pengkritik dan oposisi sebagai upaya Erdogan untuk menerapkan aturan one man rule atau pemerintahan yang hanya dikuasai secara absolut oleh satu orang atau otoriter.
Meskipun Erdogan memiliki banyak musuh, namun nyatanya ia tetap menjadi pemimpin favorit Turki hingga saat ini.
(udn)
Load more