tvOnenews.com - KH Ahmad Dahlan atau memiliki nama kecil Muhammad Darwisy adalah sosok ulama besar sekaligus pendiri Muhammadiyah, sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Bapak Pembaharuan Islam ini kelahiran kampung Kauman, Yogyakarta pada 1 Agustus 1868, beliau juga termasuk pahlawan nasional Indonesia yang wafat pada usia 54 tahun di Yogyakarta pada tahun 1923.
Di mana tujuannya adalah untuk mengembalikan syariat Islam sesuai dengan ajaran Alquran dan sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, tanpa terlalu banyak diadaptasi oleh berbagai budaya di Indonesia.
Guna mengenang kembali jasa sang Kyai, tim tvOnenews telah merangkum sejumlah fakta menarik tentang KH Ahmad Dahlan.
Kyai Haji Ahmad Dahlan. (Dok. Museum Kebangkitan Nasional Ditjen Kebudayaan Kemendikbud)
1. Dikenal sebagai Tokoh Pembaharu Islam
Sosok Kyai Haji Ahmad Dahlan adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta dan juga sebagai khatib dan pedagang. Yang tergerak untuk mengajak umat Islam untuk berpegang teguh pada Alquran dan Hadist.
Di mana pada awalnya ajakannya tersebut banyak ditolak, namun berkat keteguhan hati dan kesabaran-nya. Akhirnya putra Kauman ini mendapat sambutan dari keluarga dan teman-teman dekatnya.
Tokoh pembaharu agama Islam di Indonesia ini membuktikan dirinya dari perubahan cara berpakaian.
Tanpa segan, KH Ahmad Dahlan memadu padankan pakaian Belanda dengan tradisional. Padahal, hal ini dianggap tabu di masanya. Tak hanya itu, dari segi kesehatan sang pendiri Muhammadiyah juga mengadopsi cara pengobatan Belanda, yang mana memberikan perubahan besar untuk masyarakat.
2. Pahlawan Nasional Indonesia
KH Ahmad Dahlan menyandang gelar Pahlawan Nasional Indonesia. Berdasarkan surat keputusan Presiden No 657 tahun 1961, sosoknya dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional atas jasanya dalam membangkitkan kesadaran masyarakat dalam pendidikan dan pembaharuan Islam.
Kyai Haji Ahmad Dhani tutup usia pada 23 Februari 1923 di usianya 54 tahun dan dimakamkan di Makam Karangkajen, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta.
3. Anak dari Ulama KH Abu Bakar
Pemilik nama kecil Raden Ngabei Ngabdul Darwis atau Muhammad Darwisy ini ternyata bukanlah orang sembarangan.
Sang pendiri Muhammadiyah ini memiliki latar belakang keluarga yang tak main-main, ayahnya merupakan seorang ulama bernama KH Abu Bakar. Sedangkan, ibunya merupakan putri dari pejabat penghulu kesultanan, H. Ibrahim.
4. Bergabung ke Organisasi Boedi Oetomo dan Tokoh Pendidikan
Setahun setelah berdirinya Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan sempat bergabung ke organisasi pemuda Boedi Oetomo pada tahun 1909. Organisasi ini didirikan oleh dr. Soetomo, Budi Oetomo dan para mahasiswa STOVIA alias Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera..
Setelah bergabung dengan organisasi yang didirikan oleh Dr. Soetomo. Hal inilah menjadi inspirasi KH Ahmad Dahlan untuk turut membangun sekolahnya sendiri dengan dukungan dari organisasi resmi dan permanen.
Pasalnya, banyak pondok pesantren tradisional yang harus tutup setelah pemimpinnya meninggal dunia.
Nama KH Ahmad Dahlan pun sejajar dengan tiga tokoh sebagai perintis pendidikan di Indonesia, KI Hadjar Dewantara (1889-1959) melalui Taman Siswa, Dr. Muhammad Sjafei melalui INS Kayutanam di Sumatera Barat dan KH Ahmad Dahlan (1868-1923) melalui Persyarikatan Muhammadiyah.
5. Naik Haji pada usia 15 tahun
Salah satu fakta menarik lainnya, KH Ahmad Dahlan menunaikan ibadah Haji saat masih berusia 15 tahun. Setelah menginjakkan kaki di Tanah Suci, dia tak langsung kembali ke tanah air.
Pemilik nama kecil Muhammad Darwisy ini sempat menetap 5 tahun demi mempelajari ilmu agama dan pemikiran pembaharu agama Islam.
Di sana, dia bertemu dengan berbagai tokoh agama penting diantaranya Rasyid Ridha, Al-Afghani, Muhammad Abduh, hingga Ibnu Taimiyah.
6. Dituding sebagai Kyai Palsu
Dalam perjalanannya mendirikan Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan melalui berbagai hambatan. Salah satunya adalah ketika dituduh mendirikan agama baru.
Dalam perjuangannya, dia sempat dianggap mendirikan sekolah yang menyalahi ajaran agama Islam. Bahkan, namanya pernah disandingkan dengan sebutan ‘Kyai Palsu’.
7. Generasi ke-12 Sunan Gresik
Tak heran jika sejak kecil KH Ahmad Dahlan kerap terpapar dengan ilmu dan tradisi keagamaan, ternyata dia merupakan generasi ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim, seorang Wali Songo yang dikenal dengan nama Sunan Gresik.
8. Menikahi Sepupu Sendiri
KH Ahmad Dahlan memiliki seorang istri bernama Siti Walidah. Seperti dirinya, sang istri juga berjasa dalam emansipasi wanita sehingga turut menyandang gelar Pahlawan Nasional.
Sang istri dinikahi KH Ahmad Dahlan seusai kembali dari Tanah Suci. Wanita yang kerap disapa sebagai Nyai Ahmad Dahlan ini ternyata adalah sepupunya sendiri.
Diketahui, Siti Walidah yang merupakan kelahiran 1872 ini adalah putri dari KH Muhammad Fadli, seorang ulama dan anggota kesultanan Yogyakarta.
Tak hanya itu, KH Ahmad Dahlan juga memiliki 3 istri lainnya yaitu Ray Soetidjah Windyaningrum atau Nyai Abdullah, Nyai Rum dan Nyai Aisyah.
9. Kisah KH Ahmad Dahlan diangkat ke layar lebar
Perjalanan hidupnya yang menarik, membawa kisah KH Ahmad Dahlan diangkat ke layar kaca Indonesia. Pada tahun 2010, sutradara kondang Hanung Bramantyo mengangkat sebuah film berjudul ‘Sang Pencerah’ yang berkisah tentang perjuangan sang pendiri Muhammadiyah.
Tak hanya itu, Siti Walidah sang istri juga kisahnya diangkat ke layar lebar pada tahun 2017 lalu yang berjudul Nyai Ahmad Dahlan.
Film drama biopik ini mengisahkan tentang Siti Walidah yang selalu hadir dalam setiap perjalanan hidup KH Ahmad Dahlan.
Siti Walidah juga sebagai tokoh yang menolak kawin paksa, dan perempuan pertama yang pernah memimpin Kongres Muhammadiyah pada tahun 1926 silam.
Perlu diketahui, seperti sang suami. Nyai Ahmad Dahlan juga menyandang gelar pahlawan nasional sejak 10 November 1971.
10. Jejak Karya Tulis KH Ahmad Dahlan Sangat Minim
Sayangnya, tidak banyak karya tulis yang ditinggalkan KH Ahmad Dahlan semasa hidup. Sebenarnya, sang pendiri Muhammadiyah ini kerap membuat tulisan, sayangnya karya tersebut berceceran dan tidak tersusun dijadikan sebuah buku.
Salah satu karyanya berjudul Tali Pengikat Hidup Manusia hingga transkrip pidato ‘Kesatuan Hidup Manusia’ saat menghadiri kongres Cirebon tahun 1922. (rka/ind)
Baca artikel terkini dari tvOnenews.com selengkapnya di Google News, Klik di sini
Load more