Jakarta - Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dr. Siska S Danny, SpJP(K) mengatakan usia pasien serangan jantung di Indonesia jauh lebih muda ketimbang usia pasien di Amerika atau Eropa dan Jepang.
Dia mengatakan ini karena faktor risiko pasien di Indonesia juga tinggi, salah satunya kebiasaan merokok. Merujuk data pasien-pasien serangan jantung mencakup sembilan provinsi pada 2018-2019, sebanyak 65 persen pasien serangan jantung adalah perokok.
"Ini sesuai dengan data nasional bahwa proporsi perokok di Indonesia termasuk salah satu yang tertinggi di dunia," kata dia.
Tak hanya itu, sebanyak 51 persen pasien serangan jantung di Indonesia juga mengalami hipertensi dan 27 persen diabetes.
Hal ini ditambah adanya peningkatan angka kolesterol, kelebihan berat badan atau overweight dan gaya hidup kurang aktif yang semuanya berkontribusi pada peningkatan risiko terjadinya serangan jantung.
"Kalau Anda terkena serangan jantung, itu risiko 11,7 persen Anda akan meninggal dunia di rumah sakit. Jadi, 1 dari 10 pasien serangan jantung yang meninggal di rumah sakit," ujar Siska.
Menurut Siska, berdasarkan data, salah satu upaya dokter untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien yakni membuka sumbatan pembuluh darah koroner yang membuat otot jantung mengalami kerusakan.
"Kalau dilakukan revaskularisasi selama perawatan, maka sembilan persen. Kalau tidak ada upaya lebih untuk memperbaiki aliran darah maka yang meninggal 16,9 atau hampir 17 persen," catat dia.
Namun, ini terkendala akses dan keterlambatan pasien. Menurut dia, tindakan membuka sumbatan memiliki waktu emas yakni 12 jam pertama sejak terjadinya keluhan. Ini agar hasil perawatan lebih baik.
"Sedikit pasien datang dalam fase dini serangan jantung," tutur Siska. (ant/put)
Load more