Sleman, DIY - Asam lambung merupakan salah satu penyakit yang bisa dialami oleh siapapun mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Hal ini biasanya ditandai dengan rasa sakit di ulu hati, mual, serta nyeri di bagian perut.
Kenaikan asam lambung yang berlebihan bisa dipicu oleh banyak faktor seperti stres, pola makan yang tidak teratur, atau kondisi dinding lambung yang mengalami kerusakan.
Dokter spesialis penyakit dalam RSUP Sardjito dr. Neneng Ratnasari menyebut penyakit asam lambung erat kaitannya dengan kondisi stres dan kecemasan. Naiknya asam lambung tidak semuanya dipicu oleh faktor makanan atau gangguan pada lambung.
"Semua harus ada pemeriksaan penunjang. Sebagai dokter, kami harus menganamnesis (melakukan komunikasi dengan pasien) dan harus ada pembuktian," katanya.
Dijelaskan Neneng, ia kerap menjumpai pasien dengan kondisi anatomis lambung lambung cukup baik, tetapi sering mengalami kenaikan asam lambung berlebih. Hal ini disebabkan oleh tingkat kecemasan yang tinggi.
"Banyak diderita oleh pasien kita," ucapnya.
Selain faktor stres dan kecemasan, kebiasaan pola makan disebut Neneng juga memengaruhi naiknya asam lambung. Contohnya adalah langsung tidur setelah makan.
"Setelah makan terus tidur telentang justru melemahkan otot esofagus. Makan terlalu terburu-buru atau sering mengonsumsi makanan fast food. Pola makan juga diperbaiki, jenis makanannya juga," jelasnya.
Sementara itu dosen Biokimia Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM dr. Ahmad Hamim Sadewa mengatakan, setiap orang harus menjaga keseimbangan asam lambung dalam tubuh. Sebab asam lambung diperlukan manusia untuk memulai proses pencernaan.
"Tanpa asam lambung, pencernaan tidak bisa dimulai berbagai jenis makanan dalam bentuk besar menjadi kecil. Namun asam lambung berlebihan akan menyebabkan kembali naik ke kerongkongan karena berlebihan," paparnya.
Penyebab sekresi asam lambung berlebihan menurut Ahmad disebabkan oleh stres, pola makan tidak teratur dan anatomi dinding lambung yang sudah rusak.
"Perlu diketahui tingkat stres atau pola makan yang kurang baik atau kelainan struktur yang dilihat secara radiologi," pungkasnya. (Andri Prasetiyo/act)
Load more