Perry menyakini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat karena seluruh faktor fundamental ekonomi memberikan justifikasi dasar untuk penguatan nilai tukar rupiah.
"Pertumbuhan tinggi, inflasi rendah, neraca pembayaran surplus dan prospek ekonomi yang baik, dan itu mendasarkan keyakinan kami bahwa rupiah akan menguat setelah tentu saja gejolak global ini semakin mereda," ujarnya.
BI juga optimistis kredit perbankan akan tumbuh 10-12 persen pada 2023. Pada Desember 2022, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 11,35 persen (year on year/yoy), lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,24 persen (yoy).
Sementara itu, BI memproyeksikan perekonomian Indonesia 2022 bisa tumbuh bias ke atas dengan kisaran 4,5-5,3 persen, yang ditunjang antara lain kinerja ekspor yang kuat dan konsumsi swasta yang meningkat. Menurut Perry, capaian itu membanggakan jika dibandingkan dengan perekonomian global 2022 yang hanya tumbuh 3 persen.
Perry juga menekankan inflasi Indonesia pada Desember 2022 mencapai 5,51 persen, yang merupakan suatu capaian dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang banyak mengalami inflasi di atas 8 persen.
Neraca transaksi berjalan Indonesia juga mencatat surplus pada triwulan III 2022 sebesar 4,4 miliar dolar AS atau 1,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dari capaian triwulan sebelumnya sebesar 4 miliar dolar AS atau 1,2 persen PDB.
"Itulah suatu kebanggaan rasa optimisme kita, tapi tentu saja hidup penuh tantangan, kita harus waspada tidak boleh lengah karena global masih tidak menentu, tapi kewaspadaan itu tentu saja harus kita ukur, kita takar dan mempersiapkan manajemen risiko skenarionya," tuturnya.
Load more