Presiden menceritakan pada 2014-2015, Indonesia masih masuk sebagai fragile five. Istilah tersebut mengacu pada negara berkembang yang rentan terhadap guncangan ekonomi karena besarnya pengaruh investasi asing.
Saat periode 2014-2015 juga terjadi taper tantrum atau kondisi gejolak ekonomi global yang disebabkan kebijakan moneter ketat bank sentral Amerika Serikat.
Pada 2014 itu, defisit transaksi berjalan atau indikator arus perdagangan barang dan jasa antara Indonesia dan mancanegara menunjukkan defisit sebesar 27,5 miliar dolar AS dan menurun menjadi 17,5 miliar dolar AS pada 2015. Presiden membandingkan data tersebut dengan neraca transaksi berjalan Indonesia yang saat ini telah mencatatkan surplus 8,9 miliar dolar AS pada kuartal III 2022. (ant/mii)
“Oleh sebab itu, saat itu saya sampaikan kita harus berani mengubah ini, reformasi struktural kita agar hal-hal yang membahayakan ekonomi makro kita ini bisa kita lakukan (antisipasi),” ujar Presiden.
Load more