Jualan Online Tak Lagi Seindah Dulu Karena Kena Pajak! Apa Tokomu Sudah Siap Dipotong 0,5%?
- Istimewa
Jakarta, tvOnenews.com - Pedagang yang menjajakan dagangannya di marketplace kini harus lebih siap secara administratif dan finansial. Pasalnya, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan aturan baru terkait pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) kepada pelaku usaha di platform Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, Lazada, dan lainnya.
Beleid ini mengatur bahwa penyelenggara marketplace (PMSE) akan diberi wewenang menjadi pemungut PPh Pasal 22 atas penghasilan pedagang online yang menggunakan platform mereka.
Siapa Saja yang Kena Pajak?
Pedagang yang dimaksud dalam aturan ini mencakup:
-
Orang pribadi atau badan usaha yang berjualan secara online melalui marketplace.
-
Mereka yang menerima penghasilan menggunakan rekening bank atau e-wallet.
-
Pedagang yang bertransaksi dengan IP address Indonesia atau nomor telepon berkode +62.
-
Termasuk juga perusahaan jasa ekspedisi, asuransi, dan pihak lain yang terlibat dalam sistem perdagangan elektronik.
Berapa Besar Pajaknya?
Dalam aturan yang ditandatangani Sri Mulyani dan dikutip pada Senin (14/7/2025), pedagang online akan dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto. Artinya, pajak dihitung dari jumlah penghasilan kotor yang tercantum dalam tagihan atau nota transaksi—belum dikurangi potongan diskon, ongkir, atau biaya lainnya.
Penting: Pajak ini tidak termasuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atau PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah).
Marketplace Jadi Pemungut Pajak
Melalui kewenangan yang didelegasikan ke Direktorat Jenderal Pajak, pihak PMSE akan ditunjuk langsung untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak para pedagang yang berjualan di platform mereka.
Marketplace juga wajib mengumpulkan dan mencocokkan data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) dari para pedagang yang memenuhi syarat.
Siapa yang Wajib Lapor?
Tak semua pedagang langsung dikenakan pajak. Pedagang baru wajib melapor jika:
-
Peredaran brutonya sudah melebihi Rp500 juta per tahun.
-
Dalam hal itu, mereka wajib menyerahkan surat pernyataan resmi ke pihak marketplace yang menyatakan omzet mereka telah menembus batas tersebut.
-
Surat ini harus disampaikan paling lambat akhir bulan saat omzet menembus Rp500 juta.
Jika omzet belum mencapai angka itu, pedagang tidak wajib melaporkan, dan marketplace juga tidak akan memungut pajaknya.
Tujuan Kebijakan Ini
Kebijakan ini merupakan upaya pemerintah untuk:
-
Memperluas basis pajak digital.
-
Meningkatkan kepatuhan perpajakan dari sektor e-commerce yang selama ini masih belum maksimal.
-
Menciptakan keadilan fiskal, di mana pelaku usaha offline dan online dikenai aturan perpajakan yang seimbang.
Tanggapan Marketplace?
Meski kebijakan ini baru saja disahkan, sejumlah platform marketplace besar seperti Shopee dan Tokopedia disebut telah melakukan penyesuaian teknis internal agar sistem mereka dapat secara otomatis melakukan pemungutan sesuai ketentuan baru ini.
Beberapa asosiasi UMKM digital pun mengaku masih menunggu sosialisasi teknis dan simulasi implementasi untuk memastikan pelaku usaha kecil tidak terbebani, khususnya yang beromzet kecil dan belum stabil.
Jualan Online Tak Lagi Seindah Dulu…
Mulai tahun ini, jualan online tak lagi bebas pajak. Pedagang di marketplace wajib tahu bahwa jika omzet mereka sudah melampaui Rp500 juta per tahun, maka bersiaplah untuk dipotong PPh 22 sebesar 0,5% oleh platform tempat mereka berjualan.
Pastikan kamu menyusun pembukuan dengan rapi, memahami batas omzet, dan mempersiapkan data identitas perpajakan yang lengkap. Jualan boleh online, tapi kewajiban tetap harus patuh, ya! (nsp)
Load more