IHSG Tancap Gas! Sinyal Damai AS-China Panaskan Bursa, Investor Siap Serbu
- Antara
Jakarta, tvOnenews.com – Pasar keuangan kembali membara! Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membuka perdagangan Selasa (10/6) dengan tancapan gas, menyusul angin segar dari pertemuan tingkat tinggi antara Amerika Serikat dan China di London. Di tengah ketidakpastian global, pertemuan itu memberi sinyal langka: damai mulai dibangun.
IHSG langsung melesat 23,43 poin atau 0,33 persen ke level 7.136,86. Saham-saham unggulan pun tak mau ketinggalan pesta, dengan indeks LQ45 ikut menguat 3,67 poin atau 0,46 persen ke posisi 805,37.
Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, mengungkapkan jika IHSG mampu bertahan di atas level rata-rata 200 hari (MA200) di 7.133, maka laju penguatan bisa berlanjut. Target selanjutnya: menutup celah di 7.166, lalu menguji level resistance psikologis di 7.170. Sinyal teknikal ini memberi ruang bagi investor untuk kembali agresif di pasar.
Pertemuan Diam-Diam, Dampak Menggelegar
Salah satu pendorong utama penguatan pasar adalah pertemuan tak terduga antara delegasi dagang AS dan China di London, Senin (9/6). Pertemuan itu terjadi hanya beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping melakukan pembicaraan via telepon.
Delegasi AS dipimpin oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, didampingi Menteri Perdagangan Howard Lutnick dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer. Dari kubu China, Wakil Perdana Menteri He Lifeng hadir langsung memimpin pertemuan. Meski hasil diskusi belum diumumkan, kehadiran nama-nama besar ini saja sudah cukup untuk menghidupkan kembali optimisme pasar global yang sempat surut akibat perang tarif.
Bayangan The Fed dan Data Ekonomi China
Namun, euforia tak bisa lepas dari ketegangan. Investor tetap menunggu rilis data inflasi Amerika Serikat akhir pekan ini—faktor krusial yang bisa menentukan arah kebijakan suku bunga bank sentral The Fed dalam rapat FOMC pada 17-18 Juni mendatang. Keputusan suku bunga bisa mengubah arah pasar dalam sekejap.
Sementara itu, kabar dari China tak secerah pertemuan di London. Negeri Tirai Bambu justru mencatat deflasi 0,1 persen secara tahunan dan 0,2 persen secara bulanan di Mei 2025. Ini menambah deretan tanda-tanda perlambatan ekonomi, diperkuat oleh kontraksi pada sektor manufaktur.
Load more