BPJPH Sebut Masyarakat Bisa Pidanakan Ayam Goreng Widuran soal Tidak Transparan Pakai Minyak Babi
- tvOnenews.com/Rika Pangesti
Jakarta, tvonenews.com - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menyebut bahwa sedianya masyarakat bisa saja melaporkan restoran Ayam Goreng Widuran ke pihak kepolisian atas ketidakjujurannya menggunakan minyak babi (non halal) pada produknya.
Deputi Bidang Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal BPJPH, H. EA Chuzaemi Abidin mengatakan, masyarakat bisa mengajukan class action terhadap pelaku usaha yang tidak mencantumkan keterangan non-halal pada produknya.
"Masyarakat bisa mengajukan class action, loh. Bisa dong (melaporkan ke polisi). Itu bisa class action," ucap Chuzaemi dalam acara Kumparan Halal Produk 2025 di Artotel Mangkuluhur, Semanggi, Jakarta Selatan, Selasa (27/5/2025).
Sebab, Chuzaemi menjelaskan bahwa Ayam Goreng Widuran tidak memberitahukan sejak awal atau mencantumkan label non halal kepada masyarakat.
"Dia nggak jujur, gitu kan. Dia nggak terbuka, nggak transparan. Ini membohongi seluruh umat muslim di Indonesia, gitu kan. Yaitu monggo, masyarakat," jelas Chuzaemi.
Selain itu, Chuzaemi mengatakan bahwa untuk kasus seperti ini, pihaknya hanya dapat memberikan sanksi administratif.
"Nah itu sebetulnya dari sisi kita itu bisa disanksi, menurut PP42 (Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2025) itu ya karena ini sebetulnya non halal, kan dia non halal, dia sudah declare juga kan gitu kan, dia di restorannya sudah ditulis ada non halal, juga di IG-nya sudah ditulis non halal, itu sebetulnya kita peringatan tertulis," papar Chuzaemi.
Terkait hal ini, Chuzaemi juga menyinggung soal Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dimana, UU ini menetapkan berbagai hak konsumen, seperti hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan, hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai dan kondisi yang dijanjikan, serta hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur.
"Tentang Perlindungan konsumen. Itu ada, udah diatur di situ. Sanksi pidananya, bagaimana kalau pelaku usaha begini, begini, begini, ada pidananya disitu," ungkapnya.
Namun, Chuzaemi menjelaskan bahwa Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH) hanya dapat menjerat pelaku usaha dalam dua keadaan.
Pertama, jika pelaku usaha tidak menjaga kehalalan produk setelah memperoleh sertifikat halal.
Kedua, jika pemerintah atau stakeholder membocorkan formula produk yang diinput oleh pelaku usaha.
"Kalau dia tetap tidak mencantumkan keterangan non halal di situ, maka kita bisa memberikan sanksi penarikan barang dari peredaran," katanya.
Lebih jauh, Chuzaemi menjelaskan bahwa sejatinya untuk penanganan kasus ini, Pemerintah telah menurunkan tim untuk menyelidiki kasus tersebut.
"Ayam Widuran kan sudah (ditangani), kemarin sudah banyak ini ya, dari Pemerintah Kota Solo juga sudah turun ke lapangan kemarin, juga sudah menutup sementara kan, untuk restoran itu," ucap Chuzaemi.
"Saya belum bisa memberikan hasilnya seperti apa, saya tunggu nanti kami tunggu tim itu seperti apa di lapangan nanti," tandasnya.
Pemerintah juga telah membuka kuota sertifikasi halal sebanyak 1 juta untuk tahun ini, dengan kuota pertama sebanyak 460 ribu.
"Sudah dibuka, 460 tahap pertama. Nanti sisanya setelah yang 460 ini habis, kita buka lagi untuk 400 ribuan lebih. Sampai periode Desember 2025 targetnya," tukasnya. (rpi/rpi)
Load more