Setelah Korupsi Timah yang Seret Harvey Moeis, Dirut TINS Akui Tambang Ilegal Kian Sulit Ditertibkan: Operasional Tak Dikendalikan, Kok Bisa?
- TINS
Jakarta, tvOnenews.com - PT Timah Tbk (TINS) mengakui menghadapi tantangan serius dalam menertibkan aktivitas pertambangan ilegal di wilayah operasionalnya.
Kondisi ini semakin memburuk sejak mencuatnya kasus dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah pihak, termasuk nama publik Harvey Moeis.
Direktur Utama PT Timah Tbk, Restu Widiyantoro, menjelaskan bahwa kendali operasional perusahaan menjadi tidak optimal setelah kasus tersebut mencuat.
Ia mengakui situasi ini menghambat langkah PT Timah dalam mengamankan wilayah konsesinya dari penambang liar.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI di Jakarta, Rabu, Restu menyampaikan bahwa sebagian besar kegiatan tambang di sekitar wilayah PT Timah dilakukan secara ilegal.
“Jadi memang sekarang hampir operasional perusahaan dikendalikan bukan oleh PT Timah secara langsung. Ini kami akui dan menjadi kewajiban kami nanti,” ucap Restu.
Ia menambahkan bahwa sebagian besar tambang ilegal dijalankan oleh masyarakat sekitar, sehingga tindakan tegas kerap sulit dilakukan karena menyangkut aspek sosial dan keamanan.
Guna mengatasi persoalan tersebut, PT Timah berencana mengeksplorasi berbagai pola operasional alternatif, salah satunya melalui sistem koperasi agar aktivitas penambangan masyarakat dapat terakomodasi secara legal dan terkontrol.
Data perusahaan per April 2025 mencatat adanya 175 aktivitas tambang ilegal di wilayah darat Bangka, 890 kasus di laut Bangka, dan 110 aktivitas serupa di daratan Belitung. Angka ini menunjukkan eskalasi signifikan dan mencerminkan lemahnya pengawasan di lapangan.
Restu menyebut pihaknya telah melakukan sejumlah langkah penindakan, termasuk menenggelamkan ratusan ponton tambang ilegal, mengusir penambang dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP), menarik peralatan tambang ke darat, hingga menyerahkan pelaku ke kepolisian daerah.
Tak hanya menghadapi tekanan dari luar, PT Timah juga bergelut dengan berbagai masalah internal dan administratif.
Restu mengungkapkan adanya tumpang tindih antara wilayah kerja PT Timah dengan kawasan hutan produksi, yang membuat sekitar 31 persen wilayah IUP perusahaan tidak bisa dioperasikan.
Situasi ini menurutnya membutuhkan intervensi kebijakan. Ia meminta dukungan Komisi VI DPR RI dalam mendorong lahirnya regulasi yang dapat memperkuat posisi PT Timah, salah satunya dengan mewajibkan hasil tambang dari wilayah kerja perusahaan dikumpulkan kembali ke PT Timah.
Load more